Menilik Isu Kampus "Tercinta" Dalam Diskusi di Ruang Terbuka

Menilik Isu Kampus "Tercinta" Dalam Diskusi di Ruang Terbuka


Foto: Fayyaz


Yogyakarta, Kliring.com - Isu kampus memang sudah selalu digaungkan dan akan selalu ada di kampus mana pun itu, tetapi apa permasalahannya dan bagaimana pihak birokrasi serta mahasiswa menghadapi isu ini yang menjadi perbedaan di setiap kampus. Isu-isu ini pun beragam bentuk dan kejadiannya, mulai dari fasilitas fisik, elemen yang mendukung pendidikan di kampus, hingga pelecehan dan kekerasan seksual. UPN “Veteran” Yogyakarta (UPNVYK) sebagai kampus dengan embel-embel “Bela Negara” yang menjadi jargon andalan pun tidak lepas dari persoalan-persoalan kampus ini. Maka dari itu, diadakanlah kegiatan-kegiatan untuk menampung suara mahasiswa selaku “konsumen”, salah satunya ialah Diskusi Publik yang diadakan oleh Kajian dan Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (Kastrat BEM FEB) UPNVYK pada Jumat, (30/08/ 2024) di Taman FEB UPNVYK. 


Dalam Diskusi Publik kali ini, Kastrat BEM FEB UPNVYK mengangkat tema “Menelisik Problematika Kampus UPN VETERAN Yogyakarta”. Tema ini menjadi gambaran bahwa ada banyak keluh kesah mahasiswa di tempat mengemban ilmu ini, wadah di mana mahasiswa seharusnya sudah tidak lagi memikirkan hal-hal penunjang kegiatan pembelajaran karena hal itu memang sudah sewajarnya dipenuhi oleh para “pejabat” kampus. Tiga orang pemantik hadir dalam diskusi ini, yakni Fikri Dwi Prasetya yang merupakan Ketua Umum BEM FEB UPNVYK, Lailatul Fadhilah yang menjabat sebagai Menteri Koordinator (Menko) Pergerakan BEM KM UPNVYK, dan Ballona Heyckal Sembiring sebagai Ketua Umum BEM Fakultas Pertanian UPNVYK. Acara ini bersifat terbuka untuk seluruh mahasiswa UPNVYK. Mahasiswa dari hampir semua fakultas di UPNVYK hadir untuk menyuarakan isu-isu yang mengganggu mereka. Sementara itu, pihak birokrasi sudah memberikan lampu hijau untuk diadakannya acara ini, yang mana persetujuan tersebut diperlukan untuk mendukung kelancaran Diskusi Publik, mengingat kegiatan ini diadakan di Taman FEB UPNVYK. Dekan FEB UPNVYK sempat mampir sebentar di acara tersebut, beliau hanya mengingatkan tentang tata bahasa selama acara berlangsung dan tidak mempermasalahkan perihal yang lain. 


Foto: Fayyaz


Diskusi berjalan dengan baik dan berbobot. Seminimalnya, manfaat yang didapat dari peserta diskusi adalah menjadi lebih peka terhadap isu di sekitar dan menambah keberanian untuk menyuarakan pendapat masing-masing. Tak lupa juga banner-banner bekas yang digunakan sebagai dekorasi, telah didandani kembali agar selaras dengan diskusi ini. Isu-isu yang didiskusikan memanglah beragam. Namun, ada beberapa isu yang dirasa paling perlu untuk ditindaklanjuti dibandingkan yang lain. Yang pertama muncul dari mahasiswa Fakultas Pertanian atau FP, yang mengeluhkan banyaknya nyamuk di ruang belajar terbuka mereka, di mana keberadaan nyamuk-nyamuk itu sangat mengganggu aktivitas mereka. Selain perihal nyamuk, mereka juga mengeluhkan soal minimnya fasilitas kamar mandi di fakultasnya. Bagaimana tidak, terkadang mereka harus membeli atau membawa air dari luar terlebih dahulu untuk membersihkan diri setelah menggunakan kamar mandi, dan meskipun jumlah kamar mandi telah ditambahkan, tetapi kunci kamar mandi baru tersebut seringkali dibawa oleh petugas. Sebagian kamar mandi baru juga diperuntukkan khusus untuk dosen. 


Selain mahasiswa Fakultas Pertanian, mahasiswa Fakultas Teknik Industri (FTI) juga menyampaikan keluhannya, yaitu kurangnya lahan parkir di FTI, karena kuota kendaraan overload. Menurut pernyataan salah satu mahasiswa FTI yang sehari-hari menikmati fasilitas di “kampus tiga”, mereka sampai harus parkir di lapangan basket Kampus Babarsari karena kuota parkiran tidak mampu menampung kendaraan mahasiswa yang overload ini. Hal ini tentu saja merugikan mahasiswa yang ingin berolahraga basket di Kampus Babarsari. Selain masalah lahan parkir, masalah yang tidak kalah krusial adalah kualitas dosen pada program studi Informatika dan Sistem Informasi. “Mahasiswa lebih pintar ngoding daripada dosen,” ungkap seorang mahasiswa yang sepertinya lebih dari cukup menjadi gambaran keresahan mereka terhadap dosen sebagai fasilitator yang justru tidak lebih paham materi perkuliahan daripada mahasiswanya. Memang murid yang melampaui pengetahuan gurunya adalah hal yang positif dan membanggakan bagi sang guru, namun hal itu tidak bisa disamakan dengan kondisi yang disebutkan di atas. Para mahasiswa di sini bukanlah berkembang dikarenakan ajaran sang dosen, tetapi kemampuan mengajar sang dosen yang tampak meragukan untuk mengajar di prodi terkait. 


Selain di tingkat fakultas, permasalahan juga banyak ditemukan di tingkat universitas. Salah satunya adalah soal klinik kesehatan. Klinik kesehatan di UPNVYK disebut oleh salah satu pemantik “masih remedi” dalam pelayanan kesehatan. Klinik UPNVYK juga belum menghadirkan psikolog, padahal peran psikolog sangatlah penting bagi para mahasiswa zaman sekarang, dan menjadi lebih krusial lagi bagi para korban pelecehan atau kekerasan seksual. Maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual di kampus dengan almamater hijau kebanggaannya ini menimbulkan banyak pertanyaan soal kondisi lingkungan hidup di kampus. Apakah aman untuk berkuliah di sini? Jika menjadi korban, apa yang harus dilakukan? Apakah sanksi-sanksi yang telah dijatuhkan oleh Satgas PPKS sudah cukup? Apakah ada ruang aman yang disediakan birokrasi yang bisa membuat korban tidak perlu merasa khawatir? Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang mungkin melewati pikiran kita semua karena menyadari banyaknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual di UPNVYK. 


Input KRS yang membuat banyak mahasiswa terlambat mengambil kelas, juga menjadi sorotan dalam Diskusi Publik kemarin. Masalah input KRS ini memperlihatkan ketidakmampuan kampus bela negara ini dalam mengatur jadwal, jumlah, dan kapasitas kelas, padahal hal itu seharusnya bisa diselesaikan menggunakan sedikit rumus matematika dasar. Masalah lainnya di tingkat universitas yaitu jumlah mahasiswa yang terus bertambah namun tidak diimbangi dengan fasilitas yang memadai ; hal ini juga berpengaruh pada masalah input KRS yang sudah disinggung sebelumnya.

Dalam Diskusi Publik kemarin, dibahas pula masalah mengenai dana organisasi. Aturan mengenai dana organisasi sudah ada, dan anggaran seharusnya sudah dipersiapkan ; namun kenyataannya anggaran  tersebut tidak turun. Dampaknya, tentu organisasi akan kesulitan mengadakan kegiatan-kegiatan terutama yang berskala besar. 


Ada banyak sekali keluh kesah mahasiswa dalam menjalani perkuliahan di kampus ini. Akan tetapi, tidak semua bisa diangkat dan dibahas dalam forum kemarin mengingat keterbatasan waktu. Berdasarkan hasil Diskusi Publik, disepakati bahwa langkah selanjutnya adalah mengadakan konsolidasi antar BEM tingkat fakultas yang ada di UPNVYK sebelum disampaikan kepada “pejabat kampus”. “Sudah disepakati bersama bahwa tindak lanjut dari Diskusi Publik adalah Konsolidasi dari 5 BEM fakultas di UPNVYK, untuk mengkaji lebih terkait permasalahan internal kampus,” ujar Saeful selaku ketua pelaksana kegiatan Diskusi Publik BEM FEB UPNVYK. Dari diadakannya kegiatan-kegiatan seperti ini, diharapkan mahasiswa bisa lebih kritis lagi dalam memperhatikan lingkungannya. Kegiatan ini juga diharapkan menjadi langkah awal untuk membenahi permasalahan kampus, menambah ruang aman, dan memenuhi apa yang sudah menjadi hak-hak para mahasiswa yang sudah “membeli” jasa pendidikan di universitas ini


Penulis : M. Hilmi Fayyaz

Editor : Niken Zahara


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama