Negeri di Ujung Tanduk


Judul buku      : Negeri di Ujung Tanduk
Penulis             : Tere Liye
Tebal buku      : 360 halaman
Penerbit           : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit     : 2013
ISBN               : 9789792294293

Overview Penulis
Tere Liye adalah salah satu penulis fiksi yang karyanya digemari oleh masyarakat Indonesia. Menilik dari informasi yang terdapat di laman Facebook pribadinya, terhitung 28 karya fiksi sudah ia publikasikan. Karya ini berupa novel (baik yang tunggal maupun dengan sekuel) juga kumpulan sajak dan syair. Ciri khas yang menjadi penanda karya-karyanya adalah penggunaan kisah cinta, baik itu kisah cinta dalam keluarga, pasangan, maupun individual yang beberapa di antaranya bahkan kandas sebelum waktunya. Beberapa karyanya bahkan sudah pernah diangkat ke layar kaca, di antaranya “Hafalan Shalat Delisa” dan “Moga Bunda Disayang Allah”. Namun, Tere Liye mengakui bahwa ia menulis bukan sebagai pekerjaan utamanya, karena ia sendiri juga bekerja sebagai akuntan.

Sinopsis
Novel ini merupakan sekuel dari novel sebelumnya dari karya Tere Liye yang berjudul “Negeri Para Bedebah”. Boleh jadi, ini merupakan satu-satunya karya bersekuel miliknya yang berjenis action. Kedua novel ini, juga menjadi angin segar bagi pembaca Tere Liye yang mungkin bosan dengan berbagai kisah cinta dan patah hati yang menye-menye. Secara garis besar, alur cerita novel ini berputar dalam perjalanan hidup seorang laki-laki bernama Thomas, yang mendeklarasikan dirinya sendiri sebagai seorang petarung sejati.
Kisah Thomas diawali dengan terbakarnya rumah milik keluarganya di Surabaya. Nahasnya, kedua orangtua Thomas ikut menjadi korban dalam kejadian tersebut, jasadnya ikut hangus bersama puing-puing rumahnya. Namun, Thomas masih cukup beruntung, ia selamat dan masih memiliki sisa anggota keluarganya yang lain. Ia masih memiliki kakeknya (dalam novel ini disebut Opa), adik laki-laki ayahnya (Om Liem), dan istrinya (Tante Liem). Thomas, yang waktu itu masih berumur belasan tahun, tidak memahami bahwa terdapat konspirasi besar di balik terbakarnya rumah tersebut.
Dalam sekuel pertamanya, kisah Thomas berkutat pada pencariannya terhadap seseorang yang menjadi dalang di balik peristiwa rumahnya yang terbakar. Di sana, Thomas diceritakan sudah memasuki usia dewasa, menyukai kapal pesiar sebagai hobinya, tampan, dan memiliki perusahaan konsultasi keuangannya sendiri. Namun, dalam perjalanan karir konsultannya, ia dijegal permasalahan Bank Semesta, yang saat itu milik Om Liem. Om Liem yang diceritakan suka berjudi, mengalami kekalahan besar dari seseorang misterius (yang akan diceritakan dalam sekuel keduanya) sehingga Bank Semesta bangkrut, dan Thomas diminta bantuan untuk mencarikan dana tambahan untuk mencegahnya. Pada akhirnya, usaha Thomas untuk menyelamatkan Bank Semesta membawa pertanyaan besar dalam hidupnya yang akan terjawab pada sekuel keduanya, Negeri di Ujung Tanduk.
Sementara itu, Negeri di Ujung Tanduk menceritakan sepak terjang Thomas dalam mengelola unit terbaru di perusahaan konsultasinya, yaitu konsultasi politik. Diceritakan dalam sekuel kedua ini, Thomas berada dalam panasnya tahun politik, karena pemilihan presiden akan segera berlangsung. Diawali dari perjalanannya ke Hongkong untuk menghadiri konferensi politik internasional yang ia lanjutkan dengan bertarung dalam sebuah fight club di Makau. Dalam pertarungannya dengan penantang terakhir, ia akhirnya bertemu dengan seseorang bernama Lee, yang pada akhirnya diketahui ia adalah cucu dari sahabat dekat Opa selama perjalanan pelarian dari daratan Cina. Setelah ia melalui pertarungan tersebut, tepat keesokan paginya ia mendapat kejutan dari Opa dan Kadek (nahkoda kapal Pacific, kapal pesiar milik Thomas yang diceritakan menghilang bersama pengkhianat keluarganya dalam sekuel pertama) yaitu sebuah kapal pesiar baru. Namun, pagi bahagia bagi Thomas menjadi muram setelah ia kedatangan dua tamu tidak diduga. Tamu pertama, adalah seorang jurnalis dari buletin politik yang cukup terkenal di kawasan Asia bernama Maryam. Setelah kedatangan Maryam, hadirlah tamu kedua yaitu segerombolan pria berseragam taktis yang merupakan pasukan antiteror Hongkong SAR yang diketuai Detektif Liu, yang kemudian tanpa basa-basi menggeledah kapal pesiar Thomas dan menemukan seratus kilogram heroin dan sekotak senjata berbagai bentuk. Dengan cepat, kisah beralih dari kapal pesiar baru Thomas ke sebuah gedung milik pemerintah Hongkong SAR. Namun, bukan Thomas namanya jika ia tidak dapat menyelamatkan diri dari situasi yang mencekam. Dengan sedikit celah, ia dan rombongannya (Opa, Kadek, dan Maryam) berhasil keluar dari ruang interogasi yang berada di lantai 15. Setelah berhasil kabur, Thomas membawa kembali rombongannya ke Jakarta menggunakan identitas baru. Sebagai informasi, dengan kaburnya Thomas dari gedung tersebut, akan muncul notifikasi dari Interpol sampai 48 jam ke depan dan membuat ia dan rombongannya menjadi buronan internasional.
Dalam perjalanannya ke Jakarta, Thomas melakukan banyak langkah strategi untuk tetap memenangkan konvensi partai tempat di mana klien politiknya mencalonkan diri sebagai presiden. Untuk urusan ini, Thomas dibantu oleh stafnya, Maggie. Selain itu, ia mencoba menghubungi kliennya, JD, untuk memastikan semuanya tetap berjalan seperti rencana awal. Ia menanyakan sudah sejauh apa persiapan semua orang untuk menghadapi konvensi partai yang akan dilaksanakan di Denpasar tiga hari kemudian.
Namun, terjadi gejolak yang tidak terduga sebelum konvensi partai berlangsung. JD, ditangkap oleh pihak kepolisian atas tuduhan korupsi sebuah megaproyek ketika ia menjabat sebagai gubernur ibukota. Thomas, yang berdiri di pihak JD menganggap telah terjadi sebuah konspirasi hitam yang didalangi oleh segerombolan mafia yang ia sebutkan dalam konferensi persnya sebagai mafia hukum. Untuk membuktikan bahwa kliennya tidak bersalah, ia dibantu Kris dan stafnya (kepala divisi IT di perusahaan konsultasinya) dengan melakukan riset jejak digital yang mungkin dapat membantu untuk menghentikan tuduhan terhadap lawan politiknya, bahkan dapat memberikan serangan balik. Selain melakukan riset, Thomas membawa rombongannya untuk disembunyikan di suatu tempat yang tidak mungkin terpikirkan oleh siapapun, tetapi Maryam memutuskan untuk tetap ikut bersama Thomas apapun yang terjadi.
Sayangnya, dalam perjalanan kembali dari tempat persembunyian tersebut, Thomas dan Maryam kembali tertangkap pihak kepolisian dan berujung meringkuk di sebuah sel tahanan sebuah rutan di pinggiran Jakarta. Sekali lagi, bukan Thomas namanya jika ia tidak dapat menyelamatkan diri dari situasi yang sulit. Akhirnya ia berhasil keluar dari penjara, dan terbang ke Denpasar untuk menghadiri konvensi partai tempat JD akan melakukan deklarasi sebagai calon presiden.
Dalam perjalanannya di konvensi partai tersebut, terdapat beberapa kali deadlock yang menyebabkan rasio dukungan terhadap JD menjadi berubah karena status tersangka yang dilayangkan padanya. Thomas, yang kembali menunjukkan diri di depan seluruh pendukung JD, memberikan sebuah sugesti luar biasa untuk tetap mendukung JD sebagai calon presiden dan ia mencoba memberi sinyal terhadap lawan bahwa mereka, tidak terkecuali dirinya, tidak takut dengan berbagai manuver yang dilakukan. Setelah kembali dari konvensi tersebut, Thomas mendapat informasi dari Kris berupa kabar baik yang juga menjadi pukulan baginya ketika ia memutuskan untuk tetap membantu kliennya dalam mencapai tujuannya.

Review
Penyergapan seratus kilogram, situasi tembak-menembak ketika pelarian Thomas,  penjeblosan Thomas ke penjara, pengungkitan masa lalu Thomas yang masih blur, dan penggunaan latar waktu yang cepat (dari keseluruhan cerita, hanya memakan waktu sekitar tiga hari!) menjadi hal yang menarik dalam novel ini. Karakter Thomas yang diceritakan sebagai seorang gentleman sejati, yang berani bertarung atas nama kehormatan menjadi daya tarik lainnya. Selain itu, konflik yang terus-menerus muncul dan saling berkaitan dengan baik memudahkan pembaca dalam memahami alur ceritanya, meskipun sering diwarnai dengan flashback masa lalu Thomas. Hal terakhir yang menjadi poin terbaik dari sudut pandang penulis adalah pengangkatan politik sebagai isu konflik yang disajikan dengan cukup gamblang, beserta intrik mafia hukum yang menjadi isu sensitif di negeri ini membuat penulis bisa memahami bagaimana sebenarnya konspirasi politik itu terbentuk.

Namun, setiap karya tidaklah sempurna. Sama halnya seperti novel ini, yang mungkin terasa tidak adil ketika penulis hanya memaparkan bagian terbaiknya saja. Novel ini juga masih menyimpan kekurangan, di antaranya ada beberapa karakter yang tidak berkembang, bahkan tidak memiliki epilog yang cukup memadai. Selain itu, isu politik yang diangkat bisa menjadi sisi negatif bagi novel ini. Mengapa? Alasannya simpel, karena politik bukanlah favorit sebagian besar pembaca karya Tere Liye yang sudah terbiasa dengan kisah cinta yang menjadi ciri khas beliau dalam karya-karyanya.

Penulis: Ratih Kusumawardhani
Lebih baru Lebih lama