Mengangkat Isu Nasional, Kenapa Birokrasi Kampus Gerah dengan Judul Mading Edisi Mei?


Yogyakarta, Kliring.com - “Orang Miskin Dilarang Sarjana” merupakan judul majalah dinding (mading) edisi bulan Mei yang diterbitkan oleh BPPM Kliring. Judul mading tersebut lahir atas kekhawatiran kami terhadap kondisi pendidikan di Indonesia yang semakin sulit dijangkau oleh kalangan menengah kebawah dan segala problematika yang ada. Padahal pemerintah menggadang-gadang Indonesia Emas 2045, dan hal tersebut menjadi tidak relevan ketika detik ini pendidikan sebagai pondasi utama untuk mewujudkan mimpi besar tersebut dibatasi hanya untuk kalangan mampu. Mading tersebut dengan jelas mengangkat isu nasional dan mengkritisi pemerintah, tapi mengapa birokrasi kampus gerah akan judul mading tersebut?


Pencopotan Judul Mading Tanpa Diskusi dan Persetujuan

Jumat, (23/05/2025) kebebasan berekspresi di lingkungan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta (UPNVY) kembali diusik. Tindakan represif dari pihak kampus dialami oleh BPPM Kliring setelah menerbitkan majalah dinding edisi bulan Mei yang mengangkat topik pendidikan nasional. Tanpa adanya izin dan diskusi, judul mading dicopot dari papan mading. Kritik yang ditujukan untuk sistem pendidikan nasional justru diartikan sebagai sindiran terhadap pihak kampus. 


Dekan FEB Menghubungi Beberapa OK di FEB

Setelah pencopotan judul mading, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Januar Eko Prasetyo langsung menghubungi beberapa organisasi kemahasiswaan (OK) di FEB untuk mencari tahu siapa pemilik mading tersebut. Dekan FEB juga menghubungi Ketua Umum Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FEB meminta untuk mengondisikan mading karena dianggap menampilkan kata yang ‘tidak pantas’ sehingga mendapat teguran dari Wakil Rektor bidang 3.


Mendatangi Sekretariat BPPM Kliring untuk Mencari PU

Mengetahui pemilik mading tersebut adalah BPPM Kliring, Dekan FEB datang langsung ke sekretariat BPPM Kliring untuk mencari Pimpinan Umum. Dua staf BPPM Kliring yang kebetulan sedang berada di sekitar sekretariat ditanya apakah mereka Pimpinan Umum dari BPPM Kliring. Bahkan ketika Wakil Pimpinan Umum BPPM Kliring datang pun Dekan FEB masih menodong apakah dia merupakan Pimpinan Umum dari BPPM Kliring. Dengan nada yang keras di depan sekretariat, Dekan bertanya tujuan dipasangnya tulisan tersebut. Tidak memberi kesempatan untuk berbicara kepada tiga anggota BPPM Kliring tersebut, Dekan mengklarifikasi bahwa UPNVY sudah mengeluarkan lebih dari 30 miliar untuk membiayai Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa dan berdalih banyak mahasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) yang berkuliah di kampus ini. 


Birokrasi Gerah, Anti Kritik?

Anggota BPPM Kliring menjelaskan bahwa mading ini berisikan tulisan yang mengkritisi persoalan Pendidikan Nasional dan KIP-K yang tidak tepat sasaran, bukan persoalan kampus yang tidak menerima mahasiswa miskin. Seolah takut dengan adanya kritik kepada institusi, Dekan bertanya dengan tegas, “jadi ini mengkritik siapa, kampus atau negara?” Selain itu, Dekan juga meminta tim BPPM Kliring untuk mengganti judul dan lebih berhati-hati dalam memilih kata. Tindakan ini memperlihatkan sikap birokrasi kampus yang semakin anti terhadap kritik. Alih-alih menciptakan wadah untuk berdiskusi, birokrasi memilih untuk langsung mencabut judul mading tanpa adanya konfirmasi. Tidak ada nama institusi yang disinggung secara eksplisit dalam judul maupun artikel mading, namun respon birokrasi menunjukan bahwa kritik dianggap sebagai serangan bukan masukan untuk memperbaiki diri.


BPPM Kliring menilai tindakan pencopotan judul mading tanpa adanya komunikasi ini merupakan pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi di lingkungan akademis. Mengkritik merupakan aspek dari kebebasan berpikir. Papan mading menjadi tempat alternatif untuk mengekspresikan suara yang terabaikan. Ketika suara pers ditekan, kampus kehilangan fungsinya sebagai ruang berdemokrasi.


Penulis: Tim BPPM Kliring



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama