Kotak Mewah Fantasi dan Raksasa Baik Hati



Foto: freepik


Kliring.com - Sedikit ragam di dunia materi ini yang tidak memberikan kesempatan manusia berpikir secara rasional untuk membuat catatan. Karenanya saya sering bertanya pada diri sendiri apakah banyaknya kesalahan yang memiliki kekuatan hukum di antara kita, banyaknya penyelewengan yang disalah artikan sebagai kejujuran, bukankah akibat dari terlalu lamanya kita duduk bersama dalam satu kereta yang sama? (Max Havelaar, hlm. 91).

Naskah itu berusia lebih dari 160 tahun sejak pertama kali diterbitkan, dengan perumpamaan yang cukup halus. Lalu apakah ‘tuanya’ naskah tersebut menyebabkan kisahnya tidak lagi berkenaan dengan zaman ini? Sebuah jawaban jujur yang menyakitkan adalah, naskah itu masih saja membuka mata siapapun di zaman ini. Kita tidak pernah benar-benar beranjak, sejarah-sejarah itu masih saja bergulir dengan pola yang sama. Dan seperti kata Havelaar, kita terlalu lama duduk di dalam kereta yang sama, menekuk kaki, tak bisa melihat ke segala arah dengan leluasa. Alhasil, kita terpenjara dalam kesempitan, mengabaikan rasa sakit di kaki yang kita anggap normal.

Kita selalu diam, bukan karena benar-benar bisu. Kita dibisukan oleh keadaan, tidak pernah menyadari bahwa berbicara adalah hak semua umat manusia di belahan bumi manapun. Kita dipelihara di dalam Kotak Mewah Fantasi, pohon-pohon anggur berbuah lebat disini. Kita juga diberi berkah tanaman hijau, gandum, air sungai yang mengalir, jangan lupa peternakan kita menghasilkan ribuan peti telur. Betapa makmurnya hidup kita di dalam Kotak Mewah Fantasi. Namun kita dilemahkan, dipaksa dilemahkan, dipaksa bisu oleh keadaan, sengaja dibuat pasrah. Supaya tidak ada satu pun yang berteriak, mencoba keluar, atau bahkan berpikir untuk keluar. Lalu sang raksasa di luar sana sibuk menghitung entah apa, sibuk menjelajahi bagian bumi yang lainnya, bahkan berpikir menciptakan semesta baru.

Di dalam kereta, atau saat ini menjadi kotak mewah fantasi, kita saling membunuh untuk mendapat pujian raksasa. Saling mengolok mereka yang terpikir untuk membuat lubang di pojok kotak dan hendak keluar. Kemana perginya tulisan “FREEDOM OF SPEECH” yang dulu terpasang di dinding itu? Apakah berubah menjadi setumpuk dedak? Atau menjadi tali-tali terbentang yang siap menjerat siapapun?

Kita selalu bersorak bangga, melihat yang lain mampu berlari mengelilingi kotak dalam waktu singkat sambil terengah-engah. Seolah telah menempuh ratusan ribu kilometer, padahal kenyataanya, hanya mengelilingi kotak, bodoh memang. Coba lihat kembali raksasa di luar sana, sedang apa mereka? Meminum wine atau memakan sandwich? Apakah pernah ada wine atau sandwich di dalam kotak? Apakah peternak itu menikmati telur setiap pagi? Dan petani gandum, pernahkah Ia memakan sekeping bagel? Kabarnya, seorang yang kemarin mengelilingi kotak itu mendapat bayaran remahan sandwich dan setetes wine. Kemurahan hati raksasa memang tidak tertandingi, raksasa itu sungguh baik pada mereka yang bersungguh-sungguh dan kuat mengelilingi kotak. 

Kemarinnya lagi, seorang anak pemalas berusia tiga tahun yang hanya bisa menangis itu membuat seisi kotak ini jengkel. Ia merengek meminta sekeping bagel dan satu buah anggur manis yang tergantung di kebun ayahnya. Jelas saja anak itu dicaci seisi kotak, diteriaki, mungkin dilempari dedak. Ibunya? Jelas saja panik, berusaha menjelaskan bahwa sang ayah hanya memelihara tanaman itu. Walaupun tanaman itu tumbuh di halaman rumahnya, pada kenyataannya itu milik raksasa baik hati. Akar tanaman itu berada jauh di luar kotak, dan raksasa baik hati selalu memberi pupuk. Anak itu dipaksa diam dari tangisnya yang tersedu-sedu. Beberapa orang memaksa membawa si anak itu ke pengadilan sebab terus merengek meminta sesuatu yang bukan haknya, beruntunglah raksasa benar-benar baik hati. Anak pemalas itu hanya dijatuhi hukuman membayar denda hingga usianya sepuluh tahun.

Hidup di dalam kotak mewah fantasi ini memang membuat siapapun bersyukur, ditambah si raksasa baik hati selalu menolong siapapun. Semua orang di dalam kotak ini hidup bahagia, sampai tidak pernah berpikir untuk marah, apalagi melawan raksasa baik hati, karena itu perbuatan yang sangat tercela, bisa memicu kemarahan orang-orang di dalam kotak. Dengan kehidupan senyaman ini, buat apa berpikir melihat dunia yang lebih luas? 


Penulis: Niken Kusumaning Zahara

Editor: Saskila Aurora Dewinda


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama