Seragam Hitam-Putih Dalam Angka: Sebagian Besar Mahasiswa Merasa Terpaksa Menerima Kewajiban Memakai Seragam

Foto: Dhita Permata Wira/KLIRING
       
         Munculnya Surat Edaran Rektor Nomor 1-0/UN62/SE/2018 yang beredar ke tengah-tengah mahasiswa UPN “Veteran” Yogyakarta bagaikan petir di siang bolong bagi para mahasiswanya. Pasalnya, di dalam surat edaran tersebut memuat aturan  berpakaian bagi mahasiswa UPN “Veteran” Yogyakarta, salah satunya kewajiban memakai seragam hitam-putih di setiap hari Senin dan Selasa. Hitam untuk warna bawahan dan juga kerudung bagi wanita yang berkerudung, sedangkan putih untuk warna atasannya (hem). Hal tersebut sontak membuat banyak mahasiswa bertanya-tanya mengapa tiba-tiba muncul kewajiban seperti itu, karena tak ada asap tanpa api. Walaupun di dalam surat tersebut sudah tertera alasan mengapa mahasiswa diwajibkan memakai seragam hitam-putih, tetapi alasan tersebut tetap saja dianggap tidak memuaskan oleh sebagian kalangan mahasiswa.

            Surat Edaran Rektor Nomor 1-0/UN62/SE/2018 dikeluarkan pada tanggal 9 Februari 2018. Di dalam surat tersebut tertera adanya kewajiban bagi mahasiswa pada tanggal 5 Maret 2018 untuk memakai seragam hitam-putih pada setiap hari Senin dan Selasa, memakai pakaian bebas dan rapi pada hari Rabu dan Kamis, dan memakai pakaian atasan (hem) batik pada hari jumat. Aturan tersebut berdasar pada  UUD 1945 pasal 27 (3) dan pasal 30 (1), Peraturan Presiden Nomor 121 tahun 2014 tentang pendirian UPN “veteran” Yogyakarta, dan Peraturan Rektor UPN “veteran” Yogyakarta Nomor 9 tahun 2017. Sehingga, dapat dipahami bahwa pemakaian seragam hitam-putih itu sendiri dimaksudkan sebagai wujud “bela negara”. Seperti yang diketahui, UPN “Veteran” Yogyakarta identik sekali dengan “bela negara” sehingga UPN dapat disebut juga sebagai Kampus Bela Negara.

            Namun, pemahaman pemakaian seragam hitam-putih sebagai upaya “bela negara” bagi mahasiswa ternyata tidaklah sejalan dengan apa yang dipahami oleh sebagian mahasiswa di dalamnya. Sehingga, tak sedikit mahaiswa yang tidak bisa menerima aturan tersebut, khususnya kewajiban memakai seragam hitam-putih. Pro-kontra pun muncul dari kalangan mahasiswa sendiri dalam merespon Surat Edaran tersebut.

Berpijak atas hal itu, divisi Humas dan Litbang BPPM KLIRING melakukan jajak pendapat untuk mengetahui seperti apa respon mahasiswa dalam menanggapi Surat Edaran tersebut. Jajak pendapat ini dilakukan dengan cara menyebar kuesioner pada tanggal 16-18 Februari 2018 kepada 120 orang responden di Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Para responden tersebut terbagi dari tiga jurusan, yaitu Ekonomi Pembangunan, Akuntansi, dan Manajemen dengan proporsi masing-masing 40 responden yang berasal dari mahasiswa angkatan 2017 sampai 2014.

Dari 120 responden terpilih, 94,17% mengetahui Surat Edaran Rektor mengenai pemakaian seragam (hitam-putih) untuk semua mahasiswa yang dimulai 5 maret 2018, sedangkan 5,83% tidak mengetahui. Data ini menunjukkan bahwa Surat Edaran tersebut sudah diketahui hampir seluruh mahasiswa di lingkup FEB.

Adapun kaitannya pemakaian seragam dengan semangat belajar, hanya 30,83% yang menganggap pemakaian seragam tersebut akan berpengaruh terhadap semangat belajar mahasiswa. Sedangkan, 69,17% menyatakan bahwa keduanya tidak saling terkait. Dapat dilihat, ternyata banyak mahasiswa yang merasa bahwa pemakaian seragam tidaklah menjadi faktor yang sangat mempengaruhi semangat belajar.

Selanjutnya, terkait pemakaian seragam sebagai wujud “Bela Negara”. Sebanyak 90,83% menganggap pemakaian seragam hitam-putih tidaklah mencerminkan sikap “Bela Negara”. Tersisa 9,17% responden yang menganggap keduanya saling berkaitan. Artinya, sebagian besar mahasiswa tidak sepahaman dengan pihak pembuat kebijakan dalam memaknai pemakaian seragam sebagai wujud Bela Negara.

Lalu, dilihat dari sisi kesiapan mahasiswa dalam melaksanakan pemakaian seragam, sebanyak 80% mahasiswa merasa belum siap untuk melaksanakannya. Sebanyak 20% responden yang lain merasa sudah siap untuk melaksanakan aturan tersebut. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pelaksanaan aturan tersebut nantinya akan menemui hambatan karena sebagian besar dari mahasiswa belumlah siap untuk melaksanakannya.

Terakhir, dilihat dari faktor yang mendasari setuju dan tidaknya mahasiswa terhadap aturan dalam Surat Edaran tersebut. Sebanyak 59,17% responden terpaksa menyetujuinya, sedangkan sisanya 8,33% atas kemauan pribadi, 3,33% mengikuti teman, 10% memiliki alasan lainnya. Adapun latar belakang untuk tidak setuju, ada 43,33% atas kemauan pribadi, 10% terpaksa, 5% tidak mampu membeli seragam, 28,33% memiliki alasan lainnya. Yang menarik, sebagian besar merasa terpaksa untuk menyetujui aturan tersebut, dikhawatirkan hal itu nantinya dapat menjadi beban bagi mahasiswa. Sedangkan, yang tidak setuju dapat dilihat sebagian besar atas kemauan pribadi. Angka tersebut menunujukkan bahwa sebagian besar mahasiswa tidak bisa menerima aturan tersebut dan justru malah sebagian besar dari mahasiswa merasa terpaksa untuk menerima aturan tersebut.

Teks: Litbang BPPM KLIRING



Lebih baru Lebih lama