Gaduh Perihal Seragam, Ini Penjelasan Kapus Bela Negara

Foto: Dhita Permata/KLIRING


          Sejak didirikan, sebenarnya kampus kita merupakan kampus negeri. UPN “Veteran” Yogyakarta dulunya adalah Karbol atau AKABRI Angkatan Udara, di mana anak para angkatan dan keluarga veteran lebih didahulukan menjadi mahasiswanya. Pada masa itu, mahasiswa diharuskan memakai seragam identitasnya sebagai mahasiswa UPN “Veteran”. Bahkan dalam seragam ini juga memiliki pangkat dan tingkat kemiliteran yang didesain sedemikian rupa. Aturan mengenakan seragam tersebut sangat berkaitan dengan sejarah UPN “Veteran” Yogyakarta yang didirikan oleh para veteran.
            Sebelum menjadi negeri seperti sekarang, kampus kita pernah berstatus swasta. Dengan dikembalikannya status UPN “Veteran” dari swasta ke negeri mulai tahun 2014, maka pihak kampus mulai berbenah diri, menata kembali nilai-nilai yang ada di dalam kampus. Sepertinya, hal inilah yang menjadi salah satu kajian pihak kampus dalam pemberlakuan pemakaian seragam putih hitam bagi mahasiswa baru tahun angkatan 2017.
            Pemilihan seragam putih hitam ini bukanlah tanpa dasar. Ada beberapa hal yang mendasari pemilihan seragam putih hitam menurut Kepala Pusat Kajian Bela Negara, Ir. Bambang Wicaksono, M. T. saat diwawancarai BPPM KLIRING di ruangannya, Senin (19/02/2018).
Alasan pertama, mahasiswa baru merupakan orang baru yang perlu dididik sejak awal karena hal tersebut salah satu bagian dari implementasi rasa cinta terhadap kampus. Alasan kedua, mengusung azas kebersamaan sebagai mahasiswa baru. Alasan ketiga, seragam putih hitam akan berguna memberikan identitas bagi mahasiswa baru agar memudahkan pegawai atau pun karyawan UPNVYK dalam melayani kebutuhan mahasiswanya. Selain itu, diharapkan akan memunculkan interaksi maupun sinergi antara mahasiswa tingkat atas (senior) dan mahasiswa baru (junior) sehingga keakraban, rasa saling tolong menolong, dan toleransi antar sesama mahasiswa akan terjalin erat. Juga meminimalisir fenomena bullying atau perpeloncoan di lingkungan kampus. Alasan keempat, berkaitan dengan nilai ekonomi dan kesederhanaan. Pada saat mengikuti kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus (PKK), mahasiswa baru telah ditentukan untuk mengenakan seragam putih hitam. Maka apabila aturan ini dilaksanakan, mahasiswa baru tidak perlu membeli seragam yang baru.
            Seragam putih hitam merupakan wujud langkah awal dalam membentuk karakter mahasiswa. Dari siswa, sekarang menjadi mahasiswa, sudah selayaknya bisa menjadi contoh yang baik bagi adik-adik yang masih duduk di bangku SMA, SMP, dan SD. Agar negara kita mampu menjadi negara yang maju, tidak tertinggal dengan negara yang lain. Di negara maju, pola pikir masyarakatnya telah dididik disiplin. Karena itulah penting bagi mahasiswa untuk menjunjung kedisiplinan yang menjadi bagian dari bela negara.
“Di mana tempat kita belajar, di situlah karakter kita dibentuk. Dengan adanya aturan, karakter orang pun akan bisa dibentuk”, tutur Pak Bambang Wicaksono diakhir sesi wawancara.

Lomba Desain Seragam Sebagai Respon

Dalam jangka waktu beberapa hari terakhir, beredar sebuah posting berkaitan dengan penggunaan seragam yang ditentukan pihak kampus. Pada post yang dimuat laman media sosial LINE ini berisi sebuah pamflet lomba pembuatan desain seragam dengan warna dasar putih. Selain itu, terdapat beberapa syarat dan ketentuan yang harus dilakukan oleh peserta lomba. Lomba ini dikhususkan bagi mahasiswa, dengan harapan bahwa lomba ini juga bisa menjadi ajang unjuk bakat mereka.
Atas dasar tersebarnya post tersebut, KLIRING melakukan konfirmasi kembali pada Kapus Kajian Bela Negara. Bambang Wicaksono menuturkan bahwa pamflet tersebut merupakan bagian dari respon pihak kampus terhadap gejolak yang terjadi di tengah kebijakan baru ini. Kemudian, dalam kaitannya dengan surat edaran yang sudah dikeluarkan sebelumnya, beliau berpendapat bahwa pamflet ini juga dapat menjadikan suasana lebih ‘enak’ atau lebih cair.
Sesuai dengan wawancara yang dilakukan oleh tim kami pada hari Kamis, 1 Maret 2018, dapat disimpulkan bahwa pamflet ini menunjukkan bahwa pihak kampus masih menginginkan mahasiswa menggunakan seragam sesuai yang telah ditentukan. Mengapa demikian? Karena, pihak kampus masih ingin menunjukkan semangat kedisiplinan dalam penggunaan seragam tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pamflet lomba desain seragam yang sudah dijelaskan sebelumnya, pihak kampus mengembalikan kepada mahasiswa untuk menentukan sendiri seragam seperti apa yang akan digunakan dan menjadi identitas bersama di tingkat universitas.
Selanjutnya, berkaitan dengan kapan tepatnya pelaksanaan kebijakan penggunaan seragam putih hitam, Pak Bambang hanya menjawab mengenai pentingnya konsolidasi dengan mahasiswa terlebih dahulu. Hal ini memungkinkan terjadinya negosiasi untuk melakukan penundaan pemberlakuan kewajiban tersebut. Namun, di satu sisi, dengan adanya lomba desain seragam tersebut pihak kampus tetap berharap dapat menyukseskan kebijakannya dan dapat membuat kesepakatan dengan mahasiswa. Bukan hal yang tidak mungkin, setelah kesepakatan tercapai, terdapat sanksi yang tegas sebagai konsekuensinya.
Pada akhirnya, ketika ditanya mengenai apakah di kampus UPN “Veteran” lain terdapat kebijakan penggunaan seragam, Pak Bambang menjawab dengan diplomatis. Menurut beliau, semua dikembalikan lagi bahwa setiap kampus memiliki kebijakannya masing-masing, mengingat UPN Veteran Jakarta, Tawa Timur, dan Yogyakarta tidak berada pada naungan rektor yang sama. Mereka memiliki rektor masing-masing dengan kebijakan yang berbeda-beda.

Reporter: Sekar Windusari/Ratih Kusumawardhani
Lebih baru Lebih lama