Gelar Diskusi Publik, Aspirasi Mahasiswa Menggema


Foto: Hanan

Yogyakarta, Kliring.com - Diskusi publik yang bertempat di Taman FEB, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta  (UPNVY) ini mengangkat tema “Mahasiswa Bejibun Kampus Mangkrak” berbicara banyak tentang isu-isu kampus. Mulai dari huru-hara sistem Kartu Rencana Studi (KRS), penambahan mahasiswa dengan rasio dosen yang jauh hingga fasilitas yang sudah tidak memadai untuk menampung mahasiswa. Diskusi ini dipandu oleh tiga orang pemangku organisasi, salah satunya adalah Fuad Baihaqi selaku Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa UPNVY.

Acara tahunan yang diadakan oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis (Kastrat) BEM FEB ini dilaksanakan pada Jumat (12/09/2025) lalu. Pada tahun-tahun sebelumnya Kastrat rutin mengadakan kegiatan diskusi publik dengan pembahasan yang berbeda-beda. Tahun ini, tema yang diangkat ialah “Mahasiswa Bejibun, Kampus Mangkrak” karena melihat permasalahan-permasalahan dari awal tahun sampai sekarang birokrasi belum terlihat melakukan perbaikan. 

Terdapat tiga pemantik yang hadir dalam diskusi ini, yaitu Fuad Baihaqi, Hamasul Haq (Koordinator Bidang Pergerakan BEM KM), serta Iftikhar Afif (Ketua Umum BEM Fakultas Pertanian). Charles selaku Ketua Pelaksana beranggapan bahwa ketiga pemantik dari angkatan 2022 ini sudah memiliki wawasan luas tentang kampus dan sudah berdinamika lama di organisasi. Harapannya, mahasiswa baru dan angkatan dibawahnya nanti paham terkait isu di kampus dan mampu melanjutkan perjuangan angkatan atas dalam memperjuangkan hak mahasiswa.

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, kegiatan ini bersifat terbuka untuk seluruh mahasiswa, dengan salah satu tujuan utamanya adalah sebagai bentuk respons dari mahasiswa terkait masalah-masalah yang ada. Salah satunya adalah 17+8 tuntutan yang dilayangkan ketika demo 29 Agustus - 1 September kemarin. Walaupun dalam pelaksanaannya masih banyak peserta yang belum datang dengan tepat waktu, serta hadirnya Dekan FEB untuk memberikan ‘sapaan’, kegiatan ini tetap berjalan dengan kondusif sampai selesai.

“Terkait salah satu pejabat birokrasi tadi, menurutku sebenarnya itu hak, tetapi cara beliau hadir seperti melakukan tindakan intervensi yang dilakukan oleh pejabat kampus,” ujar Charles saat ditanyai tentang halangan dan kendala.

 


Foto: Afni

Diskusi berjalan baik dengan banyak mahasiswa yang turut serta mengutarakan pandangan serta pengalamannya terkait isu. Manfaat minimal yang didapatkan peserta adalah bertambahnya wawasan tentang isu-isu dan juga keadaan kampus yang belum banyak diketahui oleh orang. Satu hal yang tidak pernah ketinggalan dari kegiatan ini adalah adanya banner-banner yang menemani jalannya diskusi publik ini.

Apabila membahas isu di UPNVY, salah satu isu yang tidak pernah ketinggalan adalah tentang sistem KRS yang bobrok. Sistem KRS yang bobrok merupakan isu yang sudah lama ada tetapi lagi-lagi birokrasi belum mampu memberikan solusi. Mulai dari banyak mahasiswa yang mengeluhkan down-nya website saat diakses, jadwal dosen yang masih terus berubah-ubah hingga pembatalan input KRS dikarenakan pegawai sedang makan siang. Hal ini mungkin terlihat sepele namun dampaknya dirasakan langsung oleh mahasiswa. Jadwal input KRS menjadi berantakan. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah kampus sudah benar-benar siap untuk mengikuti perkembangan teknologi, kalau website input KRS saja masih memprihatinkan seperti ini?

Isu lain yang menjadi sorotan adalah penambahan kuota mahasiswa yang tidak dibarengi dengan peningkatan fasilitas yang ada. Janji-janji manis birokrasi yang menyebutkan akan melakukan pembangunan fasilitas masih ditunggu hingga sekarang. Pasalnya, ada banyak jurusan yang kuota mahasiswanya bertambah tetapi dengan fasilitas yang tidak sebanding. Hal ini menyebabkan jadwal kuliah sampai malam, kekurangan kelas hingga peminjaman ruang kelas ke jurusan sebelah.

“Transparansi publik, anggaran itu penting sebagai bentuk pertanggungjawaban. Mahasiswa yang masuk banyak, tetapi tidak punya ruang kelas, jumlah dosen yang terbatas, rasio dosen dan mahasiswa juga perlu diperhatikan,” komentar Fuad. 

Sedangkan di fakultas lain, sistem dropout yang awalnya maksimal 7 tahun berubah menjadi 6 tahun. Hal ini berbanding terbalik dengan tindakan birokrasi yang membuka banyak kuota untuk mahasiswa baru. 

“Mahasiswa disuruh (untuk) lulus cepat, tapi kuota mahasiswa selalu dibuka banyak, dosen (yang mengajar) sedikit, (maka seharusnya) tidak ada landasan yang jelas kenapa kuota selalu banyak, tetapi kebutuhan mahasiswa tidak disupport,” jelas Afif. 

Ditambah, adanya kesenjangan anggaran biaya untuk pengembangan fasilitas dengan anggaran perjalanan dinas. Laporan keuangan terakhir kali dikeluarkan oleh kampus adalah pada tahun 2023. “Beban perjalanan dinas (besarnya) Rp113 miliar, mending (dialihkan) untuk pembangunan parkir dan kelas baru yang besar anggarannya hanya Rp9 miliar,” sambung Hamasul.

Masih banyak keluh kesah dan permasalahan yang perlu dibahas tetapi tidak semua bisa diangkat karena adanya keterbatasan waktu. Dengan adanya diskusi publik ini, harapannya mahasiswa menerima wawasan baru terkait isu kampus dan juga isu nasional yang belum terbenahi. Fuad menyampaikan harapannya bahwa birokrasi dapat memberikan feedback, entah dalam bentuk tanda tangan kesepakatan antara birokrasi dan mahasiswa atau lainnya. “Itu nanti kita tuntut bareng-bareng, kita coba akumulasi semuanya keluhan teman-teman di fakultas nanti kita sampaikan bersama-sama ke birokrasi,” ujarnya. Fuad kembali menambahkan, “Sebagai mahasiswa, jangan takut untuk berdiskusi, jangan takut untuk menyampaikan pendapat. Jika ada hal-hal yang kurang atau tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka bisa disampaikan ke teman-teman Kastrat, bisa disampaikan ke OK, maupun lainnya.” 

Setelah terlaksananya kegiatan ini, diharapkan mahasiswa bisa lebih kritis lagi dalam menjaga lingkungan kampus. Kegiatan ini juga merupakan masukan bagi birokrasi untuk lebih gencar dalam memperbaiki sistem yang kurang memadai serta kembali menjadikan kampus sebagai ruang aman dan nyaman untuk mahasiswa menyuarakan pendapatnya.


Penulis: Khonsa Nuur

Editor: Afni Nur dan Avriela Yosepha

Reporter: Khonsa Nuur, Afni Nur, dan Hanan Dharmadhyaksa

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama