Yogyakarta, Kliring.com - Munculnya kebijakan efisiensi membuat Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memangkas dana pendidikan pada perguruan tinggi. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta (UPNVY) sebagai kampus bela negara tidak luput dari pemangkasan tersebut, sehingga harus melakukan penyesuaian terhadap anggaran operasional dan alokasi dana. Hal ini berdampak pada efektivitas kegiatan belajar dan mengajar serta pengembangan kreativitas mahasiswa. Dalam upaya pemotongan anggaran operasional dan alokasi dana, transparansi dan akuntabilitas sangat penting untuk menjamin penggunaan dana secara efektif dan efisien. Pada Kamis, (17/04/2025) telah terlaksana forum audiensi terbuka dimana mahasiswa UPNVY menggugat dan menyuarakan hak-haknya sebagai mahasiswa atas berbagai masalah yang terjadi. Dalam audiensi tersebut, rektor UPNVY, Prof. Dr. Mohamad Irhas Effendi, M.Si. tidak dapat hadir karena kesibukan lain dan diwakilkan oleh Wakil Rektor (Warek) bidang 1, Dr. Dra. Machya Astuti Dewi, M.Si., Warek bidang 2, Dr. Ir. Sutarto, M.T., dan Warek bidang 3, Dr. Hendro Widjanarko, S.E., M.M. yang menyatakan bahwa kehadiran mereka sudah mewakili suara rektor.
Dalam tuntutannya, Keluarga Mahasiswa (KM) menyampaikan bahwa seharusnya pemotongan alokasi dana akibat efisiensi dimulai dari atas, yaitu birokrasi kemudian baru turun ke bawah yaitu mahasiswa, bukan sebaliknya. Menanggapi hal tersebut, warek 2 mengatakan bahwa beberapa dana kegiatan mahasiswa itu berasal dari pemerintah dan sedang diblokir, membuat anggaran tersebut tidak bisa digunakan. Beliau juga mengatakan bahwa anggaran untuk dosen tidak luput dari pemblokiran, dengan skenario yang paling mudah pada dana honorarium. Namun, minimnya transparansi laporan keuangan menimbulkan keresahan di kalangan mahasiswa. Selain itu, antara besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dibayarkan mahasiswa dan fasilitas yang diterima tidak sepadan. Terlebih, melihat berbagai permasalahan lain yang terjadi membuat kepercayaan KM kepada birokrasi rusak dan menimbulkan kekhawatiran akan keberlanjutan kegiatan akademik dan Organisasi Kemahasiswaan (OK).
Permasalahan Semester Antara, KKN, KL, dan SE
Semester Antara akan dibuka pada tahun 2025 di bulan Juni sampai Juli untuk mengulang mata kuliah dengan maksimal 9 Satuan Kredit Semester (SKS). KM mempertanyakan mengapa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dilaksanakan di semester antara, padahal yang dibutuhkan mahasiswa bukan KKN atau Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), namun mengulang mata kuliah. Warek bidang 1 menanggapi bahwa KKN memang diakomodir di semester antara karena lebih fleksibel dan melihat adanya urgensi, sehingga mahasiswa sudah harus memutuskan apakah menggunakan semester antara untuk KKN atau mengulang mata kuliah. Dalam hal ini, mahasiswa angkatan 22 seolah tidak punya pilihan dan terkesan dipaksa untuk mengikuti KKN karena surat KKN keluar terlebih dahulu. Hal ini membuat KM mempertanyakan apakah pengalihfungsian ini dilakukan untuk menutupi rapor merah MBKM UPNVY atau bagaimana.
Dampak paling nyata yang dirasakan mahasiswa dari pemotongan dana operasional yaitu kegiatan Kuliah Lapangan (KL) yang saat ini dibebankan penuh kepada mahasiswa. Mahasiswa angkatan 23 Teknik Geologi harus mengeluarkan dana hingga Rp2.180.000 untuk KL yang akan dilaksanakan pada bulan Juli 2025. Warek 2 menanggapi bahwa jika memang anggaran belum keluar dan kegiatan harus berjalan, maka akan dicari jalan keluarnya. Namun, ketika dana keluar, uang mahasiswa akan dikembalikan. Disisi lain, mahasiswa Teknik Geomatika angkatan 22 seharusnya telah melaksanakan KL pada bulan Desember tahun 2024, tapi sampai sekarang belum dilaksanakan. Menanggapi hal tersebut, Warek 2 menambahkan, “Anggaran tidak bisa turun karena Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) belum keluar, sehingga harus menunggu DIPA keluar terlebih dahulu.”
Pokok masalah yang dihadapi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) yaitu Studi Ekskursi (SE), membuat mahasiswa resah terkait kelanjutan SE. Mahasiswa FISIP menyatakan tidak masalah terkait bagaimanapun teknis dari SE, yang terpenting adalah jumlah SKS terpenuhi. “SE adalah kegiatan yang dana usulannya baru, yaitu tahun ini, sehingga bagaimana mau diakomodir kalau yang sudah dianggarkan saja terblokir,” ujar Pak Agus Salim. Namun, menurut informasi dari dosen, SE berasal dari dana UKT dan itu sudah dibayar. Lalu setelah adanya efisiensi, baru dikatakan bahwa dananya dari kementerian pendidikan. Pak Agus Salim kembali menanggapi, “Dana yg diblokir adalah dana kementerian dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Memang Studi Ekskursi bukan pakai dana kementerian, tetapi ikut terblokir karena PNBP terblokir.” Beliau melanjutkan bahwa kepastian SE akan diberikan dalam waktu satu minggu kedepan.
Pemotongan Dana Non Akademik, seperti Organisasi Kemahasiswaan (OK)
Warek 3 mengatakan bahwa telah melakukan sosialisasi dimana tidak ada dana OK yang dikurangi. Namun realitasnya, banyak OK yang tidak mendapatkan reimburse dari proker yang dijalankan karena saat ini pendanaan menggunakan sistem reimburse yang memiliki mekanisme pencairan tidak jelas. Mahasiswa Fakultas Teknik Mineral dan Energi (FTME) menyatakan bahwa pada periode sebelumnya, banyak kasus dimana terdapat dana lomba yang tercampur dengan dana OK, hal tersebut menghambat jalannya program kerja karena dana non akademik tercampur dengan dana akademik. Permasalahan serupa terjadi di Fakultas Teknik Industri (FTI), dimana dana OK termasuk ke dalam dana jurusan sehingga mendapatkan pemangkasan dari dana jurusan. Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) juga menyatakan bahwa dana OK yang diterima kurang dari 20 persen dari total pagu OK yang seharusnya. Warek 3 menanggapi bahwa saat ini dana OK sudah ada rinciannya, sehingga jika Kelompok Studi Mahasiswa (KSM) sudah otonom maka sudah ada pendanaannya. Menanggapi permasalahan di FTI, Warek 3 akan mengonfirmasi kepada Wakil Dekan (Wadek) FTI. Selanjutnya di FEB, beliau akan memastikan dana OK akan keluar sejumlah itu.
Penerapan UTS yang Otonom ke Dosen
Adanya efisiensi membuat Ujian Tengah Semester (UTS) diserahkan kepada fakultas dengan rujukan dari peraturan rektor. Penerapan UTS tidak strict, dimana dosen memiliki otonomi sehingga dapat diganti menjadi project, take home, dan sebagainya. Kebijakan ini justru melemahkan fungsi evaluasi akademik terstruktur dan terlihat sebagai beban administratif dibanding instrumen evaluasi pembelajaran. Sistem UTS yang baru itu memunculkan pertanyaan, apakah akan berpengaruh pada kualitas akademik?
Mahasiswa Lomba yang Tidak Mendapat Dukungan Pihak Kampus
Warek 3 menyatakan bahwa kegiatan lomba tetap berjalan, tapi harus selektif dan mencari lomba yang berkualitas, maka akan didanai. Namun, pada kenyataannya, baru-baru ini mahasiswa Informatika mengikuti lomba dan berhasil masuk final di ITB. Sayangnya, dana yang dibutuhkan untuk perjalanan dan keperluan lainnya itu disarankan untuk ditanggung pribadi, jika kalah tidak mendapat reimburse dan kalaupun menang belum tentu mendapat reimburse. Warek 3 menanggapi bahwa akan mengapresiasi mereka yang berhasil mendapat juara. Namun, jika telah menggunakan perjalanan dinasnya, maka tidak akan mendapat penghargaan. Sebaliknya, jika belum memanfaatkan perjalanan dinasnya, maka akan mendapat penghargaan.
Masalah Sistem Pengawasan dan Infrastruktur Keamanan
Mahasiswa belakangan ini resah dan khawatir terkait dengan bagaimana ruang aman yang ada di kampus. Peristiwa pada 27 Februari 2025 menjadi bukti bobroknya satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Sertifikat Kompetensi Kerja (PPKS SKK) dalam memenuhi ruang aman dan nyaman di kampus. Di Kampus Dua, pihak luar berani untuk memalak mahasiswa yang ada di dalam kampus, dan satpam hanya melihat. Di Teknik Kimia proyektor di dalam kelas hilang dan tidak ada CCTV sebagai bukti yang dipasang. Selain itu telah terjadi kehilangan helm oleh mahasiswa dan civitas akademik yaitu cleaning service.
Kondisi Sarana dan Prasarana
Tidak adanya CCTV yang terpasang di beberapa titik meresahkan mahasiswa, karena CCTV dapat menjadi barang bukti ketika terjadi tindak kejahatan. Sewaktu hujan, bagian timur Kampus Satu juga kerap terjadi banjir dengan skala air yang tinggi sehingga mengganggu mobilisasi mahasiswa di area tersebut. Sementara itu, pembangunan Kampus Dua masih belum jelas, padahal kekurangan parkiran sudah menjadi masalah, hingga mahasiswa terpaksa parkir ke lapangan basket. Selanjutnya terkait ruangan kelas, AC sering bocor dan bangku yang sudah lama. Warek 2 menanggapi bahwa beliau selalu menyampaikan kepada para Wadek 2, untuk semua fasilitas yang terkait dengan kegiatan kemahasiswaan dan keamanan jika ada kendala agar segera lapor untuk segera ditangani. Kemudian untuk pembangunan di Kampus Dua menunggu DIPA dan untuk waktunya belum ada penjelasan.
Administrasi di FTI
Warek 1 mengatakan bahwa transkrip nilai dikeluarkan oleh fakultas, bukan oleh program studi (prodi) atau jurusan, maupun universitas. Jadi, apabila terjadi kehilangan transkrip nilai dan tidak memiliki salinan dalam bentuk fisik maupun digital, mahasiswa diharuskan menulis surat kepada fakultas disertai identitas yaitu Nomor Induk Mahasiswa (NIM). Karena sudah ada komputerisasi. Namun realitanya, ada alumni FTI yang mengalami hambatan ketika mengurus transkrip nilai dan kesannya seperti lempar tanggung jawab antara prodi ke fakultas kemudian fakultas ke prodi. Hal ini menunjukan birokrasi yang tidak efisien dan sistem informasi yang tidak terintegrasi antara fakultas dan jurusan.
Jumlah Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa mempertanyakan apakah FEB hanya ladang uang, mengingat gedung FEB hanya tiga, dan jam kelas sampai malam yang menghambat waktu ibadah. Penambahan jumlah mahasiswa di FEB menjadi yang paling miris dan seolah-olah paling ditumbalkan. Kenaikan 30 mahasiswa juga tetap kenaikan. FEB menuntut Zero Growth seperti yang disampaikan Warek 1, bahwasanya kalau bisa mulai dari Pengenalan Kehidupan Kampus (PKK) tahun 2025 tidak ada penambahan mahasiswa pada fakultas manapun, mungkin dalam satu atau dua tahun kedepan, dan digaris luruskan dengan pembangunan yang dilaksanakan di fakultas-fakultas jika memang ingin menambah kuota mahasiswa. Perbaiki sarana prasarananya dan sesuaikan rasio dengan tenaga pendidikan agar tidak ada kendala dalam proses belajar mengajar. Warek 1 menanggapi bahwa di FEB prodi yang sedikit menambah nantinya adalah Ekonomi Pembangunan (EP), karena kepala jurusan (kajur) mengkonfirmasi bahwa ruangan masih cukup.
Pada audiensi sebelumnya, (28/11/2024) terdapat janji dari birokrasi bahwasannya mahasiswa harus dilibatkan dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) untuk 2025 hingga 2030 terutama dalam bidang kemahasiswaan. Namun sampai hari audiensi, KM menganggap rektor mengingkari janjinya, karena tidak melibatkan mahasiswa dalam penyusunan Renstra. Menanggapi hal tersebut, Warek 2 mengatakan bahwa rektor janji mengakomodir mahasiswa, untuk jadwal stakeholder akhir April sampai awal Mei. Kemudian akan dipanggil mulai dosen, tenaga didik (tendik), mahasiswa, alumni, dan mitra untuk berdiskusi memberikan masukan terkait Renstra.
Mahasiswa yang kami wawancarai mengungkapkan ketidakpuasannya, karena audiensi bersama birokrasi telah sering dilakukan dan tidak menghasilkan output. “Kenapa kita minta surat (nota) kesepahaman sekarang? Karena rektorat dari 18 November 2024, kalau kita tidak pakai nota sepahaman ya gini hasilnya, banyak hal yang tidak terealisasikan, jadi kita minta buat jaminan dan mereka ga berani ngasih jaminan buat kita,” ungkapnya.
Pada audiensi hari itu, beberapa kali mahasiswa menyebut tidak takut jika akan dicari satpam seperti konsolidasi atau audiensi sebelumnya. Bahkan, mahasiswa tidak segan untuk menyebutkan nama, prodi, NIM, hingga terbuka terhadap nomor teleponnya. Menanggapi hal tersebut, Warek akan menjamin setelah audiensi ini untuk tidak ada pencarian mahasiswa lagi.
Dari buku tuntutan, mahasiswa meminta pihak birokrasi untuk menandatangani nota kesepakatan yang berisi tuntutan-tuntutan terkait permasalahan tersebut agar segera diselesaikan. Pihak birokrasi meminta maksimal tujuh hari jam kerja untuk berdiskusi dengan pihak Rektor dan menandatangani nota kesepakatan tersebut. Namun, pihak KM memiliki batas waktu sendiri dan menuntut hari Senin sudah ada jawaban, apakah tuntutan itu akan ditanda tangani atau tidak. Ketika hari Senin belum tertuntaskan, maka KM akan melakukan aksi. Pada akhirnya tidak ada kesepakatan maksimal hari pada kedua belah pihak.
Penulis : Shela Ananta
Transkrip : Shela Ananta dan Niken Kusumaning
Editor : Khonsa Nuur dan Nuha Zulfina
Posting Komentar