Mahasiswa UPNVY Tidak Puas dengan Penggolongan dan Sanggah UKT, Ketua Biro Umum: “Itu Manusiawi"

 


Sumber: freepik.com


Kliring.com - Seluruh mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta (UPNVY) dikenakan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) selama masa studinya. Dilansir dari laman pmb.upnvy.ac.id BKT adalah semua biaya operasional setiap mahasiswa tiap semester yang ditentukan oleh universitas dan dikurangi dengan dana bantuan pemerintah. 


Sedangkan, Uang Kuliah Tunggal (UKT) merupakan sebagian dari BKT yang ditanggung oleh masing-masing mahasiswa selama masa studi. Penggolongan UKT mahasiswa ini ditentukan berdasarkan keadaan ekonomi tiap mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya. Ada beberapa aspek yang memengaruhi penentuan golongan UKT yaitu, penghasilan kotor orang tua, penghasilan tambahan, pengeluaran rutin (listrik, air, dan telekomunikasi), Pajak Bumi dan Bangunan, jumlah tanggungan, dan sebagainya. 


Pihak kampus UPNVY memberikan fasilitas kepada mahasiswanya untuk melakukan sanggah atas UKT atau penetapan ulang. Sanggah dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi keluarga mahasiswa, apakah layak atau tidak untuk dilakukan sanggah. Ketua Biro Umum dan Keuangan UPNVY yaitu Setyo Budi Takarina berkata, “Kami selalu berupaya setiap semester itu dilakukan pemberian fasilitas sanggah dan penurunan (UKT). Kalau memang kondisinya layak untuk turun atau (hanya) penurunan sementara di semester itu.”


Dalam pelaksanaan sanggah UKT, terdapat beberapa skema dan ketentuan yang ditentukan oleh pihak kampus. Skema tersebut meliputi perubahan kelompok UKT yang memiliki ketentuan orang tua/wali pensiun, meninggal dunia, atau tanggungan yang meningkat dari semester sebelumnya. 


Selanjutnya, terdapat skema pengurangan UKT hingga 50% bagi mahasiswa yang hanya mengambil tugas akhir dan/atau mengambil mata kuliah kurang dari 6 Satuan Kredit Semester (SKS). Selain itu, terdapat skema pembebasan yang diberikan kepada mahasiswa yang telah menyelesaikan studi atau cuti kuliah. Skema pembebasan atau penurunan UKT sementara juga diberikan kepada orang tua/wali yang mengalami musibah. 


Menurut Setyo Budi Katarina, tahun 2023 UPNVY menerima 1.192 mahasiswa baru yang mengajukan sanggahan terhadap UKT, dari jumlah tersebut sebanyak 672 mahasiswa berhasil diterima sanggahannya. Setyo Budi pun menjelaskan terkait sistem banding, "Misalnya, seorang mahasiswa sebenarnya tidak berlangganan air, yang seharusnya skor pada bagian tersebut adalah 0. Namun, karena ketidaktahuan, data tersebut tidak diisi, sehingga sistem secara otomatis memberikan skor yang tinggi. Untuk mengatasi hal ini, kami memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengajukan sanggahan atau banding dengan bukti-bukti yang relevan."


Namun, meski mekanisme ini diharapkan bisa membantu mahasiswa, tampaknya tidak semua merasa puas dengan hasil yang diberikan. Saat ini, tim Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Sikap dan Badan Penerbitan Pers Mahasiswa (BPPM) Kliring telah menyebarkan kuesioner terkait hal tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa, dari 54 responden, 61,1% diantaranya mengajukan sanggah UKT, sedangkan 38,9% sisanya tidak melakukan sanggah UKT. Dari mahasiswa yang melakukan sanggah tersebut sebanyak 63,6% mahasiswa yang ditolak sanggahnya dan hanya 36,4% diantaranya yang diterima. 





Infografis: Fayyaz dan Amina

Sumber: Kuesioner UKT Mahasiswa UPNVY oleh LPM Sikap dan BPPM Kliring



Sebagian besar mahasiswa merasa keputusan yang diambil oleh pihak kampus tidak sesuai dengan harapan mereka. Ketidakpuasan ini muncul karena mereka menganggap bahwa keputusan akhir atas sanggahan UKT tidak memberikan keringanan yang mereka butuhkan, bahkan dalam beberapa kasus justru terasa tidak adil. Alasan yang muncul beragam, mulai dari gaji orang tua yang tidak sebanding dengan besaran UKT hingga bertambahnya tanggungan keluarga.


Salah satu pengisi kuisioner yang kami sebarkan merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) berinisial ‘K’ memberikan kesaksiannya, “Tolong lebih bijak dalam menentukan golongan UKT. Selain itu, keaslian data juga harus di cek.” Dalam pernyataannya, ia menuliskan bahwa terdapat teman yang memanipulasi data UKT dan mendapatkan UKT rendah, “Saya melihat banyak teman-teman saya yang terang-terangan mengaku bahwa ia memalsukan data penghasilan orang tua dan tanggungan keluarga. Ada yang orang tuanya punya lahan sawit, dua-duanya bekerja, gaji asli di atas 10 juta, tetapi dengan cerdiknya mendapat UKT golongan 1 sebesar Rp. 500.000,” tulisnya. 


Tak hanya itu, ia juga mengeluhkan mengenai penggolongan UKT terhadap anak Pegawai Negeri Sipil (PNS). “Lalu, tolong jangan memberikan UKT yang besar kepada anak PNS. Tolong cantumkan opsi golongan PNS nya dalam proses penentuan UKT, karena tidak semua PNS gajinya besar. Orang tua saya yang bekerja hanya satu, beliau PNS, gajinya hanya berkisar 3 juta rupiah, tanggungan keluarga ada lima orang, tiga anaknya sekolah semua, tapi diberi golongan yang tinggi. Namun, ketika melakukan banding ditolak.” 


Setyo Budi menanggapi mengenai ketidakpuasan ini, “Pendidikan itu juga memerlukan biaya dan biaya perguruan tinggi belum begitu dicover oleh pemerintah. Ya kan? Ini kan perguruan tinggi juga butuh biaya soal kurang puas itu manusiawi ya.”


Namun, sejumlah mahasiswa merasa bahwa fasilitas yang diberikan tidak sebanding dengan besaran UKT yang harus dibayar. Salah satu mahasiswa jurusan Akuntansi dengan UKT golongan 8 mengungkapkan, "UKT sebesar ini untuk fasilitas kampus yang ada saat ini rasanya kurang memadai."


Di sisi lain, beberapa mahasiswa mengungkapkan kekhawatirannya bahwa upaya mengajukan sanggahan UKT malah berdampak sebaliknya. Terdapat kabar burung yang mengitari kampus bela negara ini, bahwa saat melakukan sanggah UKT bukannya mendapatkan penurunan, UKT mereka justru berpotensi mengalami kenaikan setelah proses sanggah. Kekhawatiran ini menyebabkan mahasiswa berpikir dua kali sebelum mengajukan keberatan, karena takut akan adanya konsekuensi yang tidak diinginkan. Namun, terkait hal tersebut, Setyo Budi mengonfirmasi, “Belum pernah ada (kenaikan UKT setelah sanggah) sebelumnya, meskipun sesuai dengan data bisa saja naik, tetapi (jika ada) akan dikembalikan seperti semula.” Hal ini dapat mengonfirmasi keraguan para mahasiswa.


Isu ini menimbulkan pertanyaan penting mengenai transparansi dan efektivitas sistem penetapan UKT di kampus. Mahasiswa menuntut penjelasan yang lebih rinci serta keterbukaan dari pihak kampus terkait dasar pengambilan keputusan guna menghilangkan kecurigaan dan ketidakpuasan di kalangan mahasiswa. Mereka berharap proses ini benar-benar dapat menjadi solusi yang meringankan, bukan justru menambah beban bagi mereka yang sudah menghadapi kesulitan ekonomi.


Penulis: Sania Rintis (BPPM Kliring)

  Muhamad Sunendra (LPM Sikap)

Editor: Erena Valentina


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama