Dampak Tarif Baru QRIS terhadap Merchant dan Pelanggan

Foto: qris.id


Kliring.com - Pada 17 September 2019, Bank Indonesia meluncurkan inovasi terbaru dalam bidang pembayaran digital yang dinamakan QRIS. QRIS adalah akronim dari Quick Response Code Indonesian Standard atau secara harfiah dapat diartikan sebagai standarisasi pembayaran di Indonesia yang menggunakan kode respon cepat atau qr code.


QRIS bertujuan untuk mempermudah dan mempersingkat transaksi antara penjual dengan pelanggan. Jika dengan pembayaran konvensional atau tunai, pedagang perlu menghitung uang yang dibayar dari pelanggan dan mencari kembalian. Sedangkan dengan QRIS, pelanggan cukup memindai qr code dari pedagang dan pembayaran telah selesai.  Cara pendaftaran penggunaan QRIS juga cukup mudah. Pedagang cukup membuat akun ke kantor cabang Bank Indonesia terdekat atau mendaftar secara online dengan pihak Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP). 


Dilansir dari website Bank Indonesia, QRIS memiliki tiga jenis yang dapat digunakan oleh pedagang yaitu Merchant Presented Mode (MPM) Statis, Merchant Presented Mode (MPM) Dinamis, dan Consumer Presented Mode (CPM).  MPM Statis adalah jenis paling banyak diminati karena gratis dan mudah. Pedagang hanya perlu menempelkan stiker QRIS dan pelanggan bisa langsung memindai QRIS. Sedangkan MPM dinamis digunakan untuk bisnis dengan skala cukup besar atau menengah.


Pedagang juga bisa menggunakan mesin Electronic Data Capture (EDC) atau menggunakan smartphone. Pertama pedagang perlu mencantumkan nominal, lalu pelanggan memindai QRIS yang muncul dari mesin EDC. Terakhir yaitu CPM yang digunakan oleh bisnis supermarket atau transportasi yang membutuhkan waktu yang cepat dalam pembayaran. Kebalikan dari MPM, dalam CPM pelanggan hanya perlu menampilkan QRIS yang ada dalam aplikasi pembayaran atau dompet digital lalu pedagang akan memindai dan transaksi selesai. 


Sumber: bi.go.id


Kata Mereka, QRIS Itu Mudah dan Simpel


Kinan, seorang pengguna QRIS yang tinggal di Yogyakarta memberikan alasan mengapa ia lebih memilih menggunakan QRIS ketimbang tunai saat transaksi. “Lebih simple dan terdapat riwayat pengeluaran yang tercatat secara otomatis,” ujar Kinan. Ia menambahkan bahwa ia merasa lebih aman jika dapat melihat riwayat pengeluaran karena dapat membuatnya lebih hemat. Memiliki alasan yang sama, Naya seorang pengguna QRIS yang tinggal di Yogyakarta juga menyampaikan pendapatnya. “Menurutku menggunakan QRIS itu lebih simple, terkadang lupa tidak membawa cash jadi menggunakan QRIS,” tutur Naya.


Sedangkan dalam sudut pandang Adit, seorang pengusaha coffee shop di Yogyakarta yang menggunakan QRIS sebagai metode pembayaran menyatakan alasan mengapa ia memilih QRIS. “Menurut saya, QRIS adalah metode (pembayaran) non-tunai yang paling mudah dan cepat,” ucap Adit.


Penetapan Merchant Discount Rate (MDR)


Pada 1 Juli 2023 lalu, Bank Indonesia telah menetapkan MDR pada QRIS. MDR adalah tarif yang dikenakan oleh PJSP kepada pedagang. Nominal MDR dan pendistribusiannya sendiri ditetapkan oleh Bank Indonesia. MDR yang awalnya 0% menjadi 0,3% bagi usaha mikro yaitu usaha yang memiliki pendapatan kurang dari Rp300.000.000 pertahun. Sedangkan untuk usaha kecil, menengah, dan besar ditetapkan 0,7%. Tarif yang diterapkan untuk Badan Layanan Umum (BLU), Public Service Obligation (PSO) dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) sebesar 0,4% dan pada bidang pendidikan dikenakan tarif 0,6%. 


Walaupun penambahan tarif pada QRIS ini cukup menuai kritik dari masyarakat luas di media sosial, tetapi tidak terlalu mempengaruhi pendapatan para usaha mikro. Contohnya Adit, ia merasa tidak terbebani dengan adanya kebijakan baru ini. “Saya tidak masalah sama sekali dengan tarif MDR ini karena sudah menjadi kewajiban pedagang yang menggunakan jasa QRIS untuk membayar tarif MDR,” ucapnya. 


Pada dasarnya, MDR ini tidak diperbolehkan untuk dibebankan kepada konsumen. Dilansir dari laman Bank Indonesia, MDR harus ditanggung oleh pedagang. Seperti Adit, ia menambahkan MDR tersebut ke dalam biaya operasional usaha. Namun, masih terdapat tempat usaha yang membebankan MDR ini kepada pelanggan.


Kinan menyatakan bahwa ia pernah mendapati tempat usaha yang membebankan tarif MDR kepadanya selaku pelanggan. “Semenjak ada penambahan tarif MDR, sejauh ini buat aku yang kategori anak aktif sekali mainnya untuk pemakaian QRIS ini aku baru kejadian dua kali harganya dinaikin,” ujarnya. “Saat aku beli minum di salah satu coffee shop di daerah Nologaten menggunakan QRIS, aku dikenakan tarif Rp3.000, harga asli minuman tersebut adalah Rp15.000. Jika (membayar) menggunakan QRIS menjadi Rp18.000,” tambah Kinan.


Pembebanan tarif MDR kepada pelanggan oleh coffee shop tersebut tentu saja menyalahi aturan yang dibuat Bank Indonesia, bahkan mereka menambahkan biaya kepada pelanggan sebesar 20% dari harga jual padahal MDR hanya sebesar 0,3%. Tak hanya Kinan, Naya pun pernah mengalami hal yang sama. “Pernah (dikenai MDR) sebesar Rp114 dari harga asli Rp19.000,” ujarnya. 


Namun, per tanggal 1 September 2023 nanti, kebijakan tarif MDR akan diubah. Pada usaha mikro dibebankan 0% jika transaksi di bawah Rp100.000 dan 0,3% di atas Rp100.000. Sedangkan pada usaha-usaha lainnya masih sama seperti kebijakan sebelumnya. 


 

Sumber: bi.go.id


Dilansir dari website Bank Indonesia, diterbitkannya kebijakan terbaru mengenai tarif MDR QRIS ini, Bank Indonesia tidak mengambil bagian dari tarif MDR ini. Tujuan adanya tarif ini tentu saja untuk meningkatkan layanan QRIS. Adit yang merupakan seorang pengusaha berharap dengan ia membayar tarif MDR harus bisa untuk mengembangkan QRIS supaya lebih baik lagi.


Selain itu, Kinan seorang pengguna QRIS juga memberikan harapannya terkait kebijakan QRIS. “Semoga (pembuat kebijakan) telah memikirkan dan siap akan dampak setelah pemberlakuan ini, dan nominal pasti MDR yang katanya 0,3% itu benar berapanya karena tiap pedagang kemungkinan ada yang menggunakan hitungan yang "berbeda" dengan kebijakan,” ujarnya.


Penulis: Sania Rintis Adristi

Editor: Annisa Nur Widya Fauzia

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama