Kota Asing


Ramai terasa sepi, aku menyusuri jalan trotoar di samping kebisingan kendaraan yang berlalu lalang, membuat pikiranku bercabang. Semua pertanyaan terkumpul, tanpa adanya satupun jawaban yang terjawab. Sudah barang pasti dan tidak perlu ditanyakan lagi bagaimana kondisi isi kepalaku saat ini. Aku terus berjalan tanpa tau arah akan membawaku ke tempat mana. Sesekali aku melihat langit, tampak gelap dengan beberapa bintang menyapa. Rasanya aku hanya ingin tinggal di langit saja, menemani bintang bintang itu. Setidaknya aku tidak kesepian seperti ini.

“Kenapa harus di bumi? Kenapa aku disini? Kenapa aku sendiri? Kenapa gak ada yang mau dengerin,” pikirku dalam keheningan.


Perjalananku berhenti saat melihat sebuah bangku kosong yang cukup lebar, mungkin cukup untuk tiga orang dewasa duduk. Kemudian aku duduk di tengah tengah berharap tidak ada yang ikut duduk.


Baru saja menunduk dan ingin memejamkan mata sejenak, terlihat bayangan yang semakin dekat semakin besar. Dan ya, dia berdiri di depan ku.


“Geser dikit dong, mau ikut duduk,” ucapnya.


Tolong, apakah dia tidak melihat sekitar, dari banyaknya bangku yang terlihat kosong kenapa dia memilih duduk di tempatku. Dia mulai duduk di sampingku. Akhirnya aku mengalah, dengan kesal aku beranjak mencari bangku lain untuk ku sendirian. Namun, dia seolah sok kenal denganku dan menarik tanganku untuk duduk di sampingnya.


“Eh mau kemana? Bangkunya masih luas, saya juga ga banyak makan tempat,”ujarnya.


“Maaf sekali ya, saya hanya ingin sendiri, kalau mau duduk, ya duduk aja.”


“Saya tahu kamu pasti gak suka sendiri, mending cerita aja sini, keliatan muka kamu banyak yang pengen diceritain tapi gak ada yang dengerin. Makanya sini saya dengerin.”


Seperti cenayang, dia tahu apa yang sedang aku pikirkan. Aku bingung apa aku cerita saja toh dia gak bakal ngerti juga. Akhirnya, Aku menyerah, kemudian duduk dan menceritakan semua keresahanku, tentang rencanaku, tentang kegagalanku, tentang penyesalanku, dan tentang harapanku. Saat itu, aku tidak pernah berpikir untuk apa aku bercerita dengan orang yang bahkan wajahnya saja tidak kenal. Bagaimana aku bisa seterbuka ini?


Namun tanpa diduga, ia mulai membalas ceritaku dengan menceritakan hal yang sama, rupanya dia juga memiliki permasalahan yang sama. Hanya bedanya ia selipkan beberapa hal jenaka yang membuat diriku tertawa? Wah ini bahkan di luar kendali ku, bisa bisanya aku tertawa dengan manusia di hadapanku, dia siapa saja aku tidak tahu.


“Niatnya cari angin malah diketawain orang,” kesalnya.


“Ahahah, maaf, maaf bukannya mau ngetawain, lagian kamu sendiri yang ceritanya bikin ketawa.”


“Tapi gimana? Udah lega?”


“Ummm sedikit lebih lega. Terima kasih banyak ya,” ucapku tulus, sungguh aku merasa lebih baik karenannya.


Dia meninggalkanku begitu saja, layaknya sudah selesai melakukan sebuah tugas. Terkadang orang asing bisa menjadi pendengar yang baik, tanpa harus tahu apa yang kita telah kita alami,  seperti sebuah kota asing yang kita singgahi namun, tak lama kemudian kita pergi. 




Penulis : Elok Hilda A
Editor : Azahra Dita P

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama