Dia berlari
menjemput fajar dari panjangnya kegelapan langit malam.
Wajahnya pucat
tak karuan, orang-orang menatapnya dengan kening yang berkerut.
Seorang wanita
tua merundungnya “Pulanglah kau wanita jalang!”
Sejenak dia berhenti
dari pelariannya dan menatap balik wanita tua yang merundunginya.
“Kau tahu, aku
bisa mengeluarkan literan darah dari mataku. Berhati-hatilah dengan omonganmu.
Aku bisa membuat kamu bermandikan darah sekarang juga!”
Raut rupa orang-orang disekitarnya semakin
menggambarkan kesan jijik pada pelarian gadis tersebut.
Dia kembali
berlari, air matanya yang berwarna merah gelap jatuh perlahan.
Dalam pelarian
dia menyimpan dendam.
Sehari penuh
dalam gubuk dia terus memaksakan diri untuk terus menangis. Semua air mata
darah dia tampung dalam wadah besar.
Sebelum fajar
kembali menjemput, dia kembali berlari dengan menyirami setiap pelariannya
dengan air mata darahnya.
Semua orang yang
merundunginya hari kemarin yang tak sengaja menginjak air mata nya. Berubah
menjadi gadis tersebut.
Gadis tersebut akhirnya
berhenti berlari.
Dia melihat
sekeliling, semua orang yang menatapnya jijik hari kemarin berubah menjadi
sepertinya.
Mereka
mengeluarkan darah dari matanya.
Setengah dari
lingkaran matahari mulai kelihatan di ujung belahan bumi.
Seakan hanya
angin yang bisa mendengar suaranya, tapi ada senyum simpul di bibir kecil gadis
tersebut.
Dia berbicara
sangat pelan.
“Jadi seperti
ini rasanya menatap orang yang menjijikan.”