Rilis Pekik Bersama
Sumber: Dokumentasi OMH
Yogyakarta, Kliring.com - Our Movement with Humman atau disingkat OMH telah selesai dilaksanakan pada Minggu, (23/06/2024). Acara yang merupakan program kerja divisi Pengabdian Masyarakat Humman (Himpunan Mahasiswa Program Studi Manajemen) ini berlokasi di pantai Goa Cemara, Bantul. Tahun ini OMH mengusung tema Guardian of Ocean dengan dua kegiatan utama yaitu bersih pantai dan rilis tukik (anak penyu) berjenis Penyu Lekang. Program ini bekerja sama dengan pengelola pantai sekaligus kelompok konservasi penyu Pantai Goa Cemara yang sudah berdiri sejak tahun 2010.
Pada bulan Juni 2024 ini kelompok konservasi penyu di Pantai Goa Cemara sudah tiga kali melakukan rilis tukik ke laut. Sebelum kegiatan rilis tukik di acara OMH, Sekretaris Kelompok Konservasi Penyu Pantai Goa Cemara, Fajar Subekti memberikan sosialisasi dan edukasi terkait konservasi penyu dan cara rilis penyu. Fajar Subekti menyampaikan bahwa ia dan masyarakat setempat sudah berusaha maksimal dalam konservasi penyu. Konservasi tidak bisa dilakukan hanya dari satu pihak, butuh sinergi dari berbagai pihak untuk mendukung konservasi ini, salah satunya masyarakat di daerah perkotaan. Ia berharap masyarakat di daerah perkotaan ikut membantu upaya mereka dalam konservasi penyu ini dengan cara berpartisipasi dalam meminimalisir penggunaan plastik dan bijak dalam pengelolaan sampah plastik.
Hal ini karena musuh utama konservasi penyu bukan lagi predator alam seperti hiu atau hewan lainnya, melainkan sampah dan manusia. Penyu sangat rentan dengan sampah plastik. Dari 5 ekor penyu yang ditemukan mati, 4 diantaranya mati karena menelan sampah plastik. Sampah plastik juga berbahaya bagi sarang penyu, plastik yang berada di atas sarang penyu menyebabkan tukik tidak bisa keluar dari sarang sehingga mati. Tukik yang mati ini akan menjadi amoniak dan meracuni seisi sarang sehingga semua tukik serta telur yang belum menetas akan mati.
Rilis Pekik
Sumber: Dokumentasi OMH
Fajar Subekti juga menyampaikan bahwa penyu merupakan hewan dengan kemampuan reproduksi yang lambat. Di usia 30 tahun, penyu baru mulai bisa bertelur. Telur-telur ini membutuhkan waktu sekitar 51 hari untuk bisa menetas. Kendala lain dalam konservasi ini adalah pantai yang merupakan daerah abrasi. Pantai Goa Cemara yang menjadi tempat persinggahan penyu untuk bertelur ini merupakan daerah abrasi. Suplai pasir pantai dari gunung merapi terhalang oleh pertambangan di sungai opak dan sungai progo, hal ini menyebabkan Pantai Goa Cemara dan sekitarnya tidak bisa pulih dari abrasi secara alami seperti pantai di daerah lain. Abrasi menyebabkan sarang penyu ikut terkikis, akhirnya telur-telur penyu di sarang ikut hanyut bersama ombak dan gagal menetas.
Tukik atau anak penyu yang dilepaskan ke laut akan kembali lagi ke tempat yang sama sekitar 30 tahun kemudian untuk bertelur, ini adalah kemampuan alamiah penyu dalam memanfaatkan medan magnet bumi. Namun, abrasi yang mengikis pantai dan pembangunan di sekitar pantai dalam jangka waktu 30 tahun akan menyulitkan penyu untuk bertelur. Pembangunan di sekitar pantai akan merubah konstruksi pantai yang tadinya lantai menjadi curam, hal ini menyebabkan penyu tidak bisa naik ke daratan karena penyu membutuhkan daerah landai untuk bertelur. Sedikitnya populasi penyu juga disebabkan perbandingan antara penyu yang dilepas dan yang akan kembali lagi ke pantai sangat kecil, yaitu 200:5. Artinya, dari 200 ekor tukik yang dirilis maka kemungkinan yang akan kembali lagi ke pantai tersebut dan bertelur hanya 5 ekor.
Melalui sosialisasi ini, Fajar Subekti juga mengatakan bahwa salah satu hambatan bagi kelompok konservasi yang merupakan masyarakat setempat adalah pendidikan anggota konservasi yang terbatas. Ia berharap peserta OMH 2024 bisa ikut memperjuangkan konservasi penyu melalui bidangnya masing-masing terlebih sebagai akademisi. Selain itu, Ia juga menyampaikan harapannya terhadap UU Konservasi agar lebih berpihak pada alam, bukan pada kepentingan manusia.
Mengikuti kegiatan rilis tukik bukanlah satu-satunya cara untuk mendukung konservasi. Meningkatkan kesadaran masyarakat, menyebarkan informasi mengenai pengelolaan sampah serta dampaknya terhadap lingkungan dan biota laut. Khususnya penyu, juga menjadi aksi yang sangat penting untuk ikut mendukung kegiatan konservasi ini.
Penulis: Niken Kusumaning
Editor: Sania Rintis
Posting Komentar