Mengawali tahun 2017 Indonesia dihebohkan dengan dikeluarkannya uang baru, hal itu dipertegas dengan diresmikannya peluncuran uang baru pada tanggal 19 Desember 2016 oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Namun mirisnya seperti yang dilansir pada kompas.com bahwa nilai tukar rupiah di kurs tengah Bank Indonesia terkikis 0,33% di level Rp 13.470 per dollar AS pada Jumat 23 Desember 2016, fluktuasi nilai tukar rupiah ini pernah mencuat pada tahun sebelumnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) fluktuasi adalah gejala yang menunjukkan turun—naiknya harga atau perubahan harga karena pengaruh permintaan dan penawaran. Ketidakpastian pasar keuangan global berdampak pada nilai tukar rupiah 2015, dinamika nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Dari faktor eksternal yaitu disebabkan karena ketidakpastian kenaikan suku bunga The Fed, kekhawatiran negosiasi fiskal Yunani, dan devaluasi Yuan. Krisis nilai tukar rupiah sebenarnya sudah terjadi sejak dua tahun terakhir diakhir masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dimana rupiah melemah dari Rp 9000 USD ke Rp 12.000 USD, akan tetapi tahun 2015 menjadi masa—masa suram bagi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) ketika The Fed menaikkan suku bunga acuannya sebesar 0,25—0,50% pada Rabu 16 Desember 2015. Pemulihan ekonomi Amerika Serikat pasca krisis tahun 2008 membuat The Fed atau Bank Sentral Amerika menyebabkan tapering off atau pemangkasan quantitative easing atau yang biasa disebut dengan stimulus ekonomi. Rencana yang dikemukakan Gubernur The Fed Ben Bernanke sejak Mei 2013 itu menjadi awal melemahnya mata uang global terhadap dollar AS karena suplai dollar akan berkurang.
Lalu, apa yang dimaksud dengan tappering off dan quantitative easing? Tappering off yaitu proses pengurangan pembelian obligasi secara bertahap sedangkan quantitative easing yaitu istilah yang digunakan terhadap salah satu kebijakan moneter yang dilakukan Bank Sentral suatu negara guna meningkatkan jumlah uang yang beredar di pasar dengan tidak menaikkan suku bunga. Tujuan The Fed melakukan quantitative easing yaitu untuk memacu perkreditan dan mendorong pembelanjaan dengan melakukan pembelian aset investasi termasuk surat berharga dan saham. Dengan meningkatnya uang beredar dimasyarakat, maka diharapkan tingkat konsumsi dan lain—lain juga akan meningkat yang pada akhirnya akan menumbuhkan dan menggerakkan roda perekonomian Amerika Serikat.
Bagaimana dampak yang akan dirasakan oleh Indonesia atas kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral Amerika tersebut? mengutip republika.co.id bahwa ada dua dampak atas kebijakan yang dikeluarkan The Fed terhadap ekonomi domestik yaitu melalui jalur perdagangan dan jalur keuangan. Melalui jalur perdagangan akan meningkatkan ekspor Indonesia ke negara Amerika Serikat, sedangkan melalui jalur keuangan akan memicu investor global untuk menarik dananya di emerging markets sehingga akan memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Selain kebijakan The Fed, melemahnya rupiah juga disebabkan oleh devaluasi yuan. Pada tanggal 11 Agustus 2015 pemerintah Tiongkok mengumumkan mata uangnya di devaluasi. Devaluasi sendiri adalah kebijakan menurunkan nilai mata uang dalam negeri atas mata uang asing, mengutip kompas.com bahwa beberapa alasan pemerintah Tiongkok mengeluarkan kebijakan devaluasi karena pertumbuha ekonomi Tiongkok mengalami penurunan sampai dibawah 10%, memperbaiki neraca pembayaran, dan menjadikan yuan sebagai mata uang yang diperhitungkan di dalam pasar valuta asing.
Dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh The Fed, kekhawatiran negosiasi fiskal Yunani, dan kebijakan pemerintah Tiongkok menjadi salah satu penyebab tumbangnya rupiah. Sebenarnya melemahnya rupiah bukan hanya dikarenakan oleh faktor ekstern saja tetapi beberapa faktor intern juga bertanggung jawab dalam melemahnya rupiah seperti anjloknya harga komoditas yang menjadi andalan ekspor Indonesia, kinerja ekspor Indonesia yang kian melemah sedangkan kegiatan impor meningkat sehingga menekan neraca perdagangan Indonesia membuat rupiah kian terpuruk.
Bila dibandingkan dengan mata uang lainnya, kondisi rupiah yang anjlok hingga 9,6% memang bukanlah yang terburuk meskipun juga hal itu bukan juga merupakan kabar yang menggembirakan, pasalnya merosotnya mata uang bukan hanya dialami oleh Indonesia tetapi juga di seluruh dunia merasakan dampak dari akibat kebijakan The Fed tersebut. Data yang bersumber dari bloomberg menyatakan bahwa dibandingkan rupiah mata uang tetangga kita yaitu ringgit mengalami kelesuan hingga 12,7%. Yang paling parah dialami oleh Rusia mencpai 44,9%, diikuti oleh Brazil yang anjlok sebesar 31,1%.
Hingga tanggal 27 Desember 2016 berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dolla Rate (JISDOR) bahwa kurs tengah USD—IDR menguat sebesar 13.436 dengan sebelumnya pada tanggal 23 Desember 2016 sebesar 13.470, diperkirakan bahwa pada tanggal 28 Desember 2016 rupiah akan kembali melemah tipis di angka 13.447. Meskipun mengalami fluktuasi, perkembangan nilai tukar terhadap dollar sedikit membaik karena pada tahun 2015 nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mencapai empat belas ribu. Di sepanjang tahun 2015 kisaran dari bulan Agustus sampai dengan bulan Desember yang paling parah ada pada tanggal 29 September 2015 dimana dari data yang di diterbitkan oleh Jakarta Interbank Spot Dollar Rate , nilai tukar rupiah terhadap dollar mencapai 14.728 USD.
Pemerintah dan Bank Indonesia sudah melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan rupiah, ditengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Bank Indonesia masih secara konsisten menjaga stabilitas makroekonomi melalui pelonggaran kebijakan makroprudensial sedangkan langkah pemerintah dalam menyelamatkan rupiah yaitu dengan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang menyangkut tentang keuangan, deregulasi, sektor riil, dan kebijakan tax holiday
Kedepannya pemerintah dan Bank Indonesia harus meningkatkan kerja sama untuk menjaga mata uang rupiah terutama perekonomian Indonesia ditengah gejolak perekonomian dunia. Pemerintah akan terus melanjutkan mempercepat reformasi struktural yang mulai berjalan, sedangkan Bank Indonesia akan memanfaatkan ruang pelonggaran kebijakan moneter secara berhati—hati untuk memperkuat keyakinan pelaku ekonomi yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi, stabilisasi makroekonomi, dan stabilitas keuangan.
Teks Oleh : Dina Ariesta