Diantara Rindu

Cinta, mungkin sebuah kenangan yang tak pernah hilang atas dasar perbedaan dan perubahan zaman, sama seperti halnya puisi dan musik. Hari ini aku terduduk malu saat cinta itu datang kembali mendekap relung kalbuku. Memang ia tak pernah hilang termakan waktu dari sudut hatiku, namun ada sebuah bisu yang menyapa, itu yang membuatku heran, entah bagaimana asal mulanya.


Hari ini, rasa akan sebuah banyang yang muncul beberapa tahun silam, seakan kembali lagi mengusik sudut – sudut hatiku dalam keheningan malam. Ingatanku kembali menerawang langit – langit kamarku tentang kejadian indah itu beberapa waktu yang lalu. Saat itu, di suatu sore tanpa sengaja, kata – kata manis keluar dari mulut bibirnya.
“Na, aku mencintaimu”, singkat saja bahasanya. Bahasanya datar, namun dari sudut mata dan desahan hati kecilnya, aku merasa sebuah keseriusan besar namun sulit terucap lewat kata demi kata. Sedari awal, aku telah jatuh hati padanya. Aku mengiyakan bahwa aku juga menaruh hati padanya.
“Aku pun demikian wa”, balasku sembari menyebut nama belakangnya, namanya Dewa Mahardika Swastika. Jalinan kasih berlanjut, sebagai anak SMA di suatu kota kecil di perbatasan antara Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Dari lamunan itu, aku tersadar, ternyata itu hanyalah sebatas kenangan, yang datang silih berganti. Namun, hatiku seakan terdesak kembali, ketika hingga saat ini aku masih mencintainya. Dan sore tadi, selembar surat datang kepadaku, namun selepas aku melamun ini, hatiku masih belum percaya. Diakhir surat itu berbunyi , “Terkasih, kita adalah semu yang terpisah oleh jarak, namun dekat karena cinta”, kata – kata yang tak pernah berubah sama seperti pertemuan – pertemuan kami ketika pulang sekolah.
Entah, aku mungkin tak akan mampu berpihak pada masa laluku, namun aku tak mungkin pula membohongi diriku sendiri. Sosok indahnya seakan menangkap desahan mantra yang aku kirim lewat secarik doa demi doa.
Entah bagaimana, aku mendengar sebuah suara indah dengan tiupan harmonika malam itu, yang membuatku bangun dari lamunanku. Suaranya indah sambil mendengangkan lagu.
“ Ku rindu, lebih baik katakan apa adanya, bila memang rindu. Ku rindu, karena waktu tak akan mungkin berpihak, pada perasaan yang meragu”
Dewa, pada malam itu dia menyanyikan lagu itu. Sebutir kata terucap dari mulutku “ Akupun demikian”....

Oleh: Kemala Dahayu Yudhawati

Lebih baru Lebih lama