MEMBANGUN PERDAMAIAN, MEMBANGUN HARAPAN



MEMBANGUN PERDAMAIAN, MEMBANGUN HARAPAN
Teks: Dimas Khairul Fajri



Sekertaris Jendral Ban Ki-moon membunyikan Lonceng Perdamaian pada upacara tahunan yang diselenggarakan di markas besar PBB di peringatan Hari Perdamaian Internasional (21 September). Sumber: www.un.org
“Long live absolute world peace,” yang berarti “panjang umur perdamaian dunia sepenuhnya,” merupakan kalimat yang tertulis pada salah satu sisi Lonceng Perdamaian PBB yang dibunyikan di markas besar PBB. Lonceng tersebut dibunyikan pada acara peringatan Hari Perdamaian Internasional yang jatuh pada 21 September setiap tahunnya.
Perdamaian merupakan satu dari 17 tujuan yang tecantum dalam 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals—disingkat SDGs) dalam dimensi sosial. SDGs merupakan proyek ambisius yang disepakati oleh 193 negara anggota PBB dengan 169 capaian yang meliputi masalah-masalah tujuan pembangunan berkelanjutan.  
Perdamaian merupakan agenda dunia yang menjadi fokus dan tujuan besar umat manusia. Namun di belahan dunia lain, konflik dan perang masih berkecamuk. Sedang lainnya, masih banyak yang bahkan belum bisa memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan dan tempat berteduh. Walaupun perdamaian dianggap sebagai ide utopis, namun sebagian orang masih meyakini bahwa suatu saat perdamaian pasti akan terwujud di seluruh negara.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi yang besar, ikut andil dalam menjaga perdamaian dunia. Perdamaian juga merupakan amanat yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Indonesia tercatat pernah ikut andil dalam menjaga perdamaian dunia seperti pengiriman kontingen Indonesia dalam misi perdamaian dunia di Lebanon Selatan.
Situasi di Dalam Negeri
Perdamaian di Indonesia nampaknya sedang kembali diuji melalui pemilihan umum kepala daerah serentak. Sentimen agama dan rasial dengan vulgar diperlihatkan sebagai bentuk kampanye politik identitas. Demi kepentingan golongan pribadi, SARA dibenturkan sehingga menimbulkan konflik antar kelas dalam masyarakat.
Di daerah lain, tepatnya di Rembang, Pati, Jawa Tengah, petani-petani Kendeng menuntut segera ditutupnya pabrik semen Rembang yang menyalahi izin lingkungan berdasarkan putusan Mahkamah Agung pada tanggal 5 Oktober 2016. Menurut Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) pembangunan pabrik semen di daerah itu akan mengancam kehidupan petani. Mereka terancam kehilangan lahan, air bersih, hingga terpapar pencemaran udara yang berbahaya bagi kesehatan.
Konflik-konflik di atas hanyalah puncak gunung es di lautan, masih banyak konflik-konflik yang tidak terlihat namun terjadi dalam skala kecil di lingkup masyarakat. Konflik seperti inilah yang akan menghambat terwujudnya perdamaian.
Komunitas Perdamaian
Walaupun Indonesia sedang dilanda berbagai konflik, namun ternyata masih ada orang-orang yang dengan gigih membangun perdamaian melalui komunitas-komunitas di berbagai daerah. Di Jogja sendiri, terdapat berbagai komunitas perdamaian yang berisi anak muda dari berbagai latar belakang pendidikan, agama, suku, dan ras. Komunitas-komunitas perdamaian di Yogyakarta berkumpul dan tergabung dalam Forum Jogja Damai.
Komunitas yang pertama yaitu Young Interfaith Peacemaker Community (YIPC). Komunitas ini terbentuk berawal dari dua orang mahasiswa Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) yaitu Andreas Jonathan dan Ayi Yunus Rusyana yang mengadakan Young Peacemaker Training di Gedung Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Komunitas yang terbentuk pada 2012 ini mempunyai visi “Generasi damai yang berdasar atas kasih kepada Allah dan sesama.”
YIPC mewujudkan visinya melalui dialog antar agama, menggerakkan generasi muda, dan terlibat dalam proses transformasi bangsa dan dunia. Komunitas ini beranggotakan mahasiswa atau alumni yang berusia maksimal 30 tahun dan yang berada di beberapa daerah seperti Yogyakarta, Medan, Bandung, dan Surabaya. Kegiatan-kegiatan yang pernah dilakukan YCIP dari mulai diskusi lintas agama, Peace Camp, sampai dengan konferensi nasional yang dilaksanakan tiap tahunnya.
Selanjutnya terdapat Jaringan Gusdurian. Seperti namanya, Gusdurian, jaringan ini merupakan kumpulan individu maupun kelompok yang merupakan murid, pengagum, maupun penerus pemikiran Gus Dur.  Jaringan ini tidak memiliki keanggotaan formal. Anggotanya pun tersebar di penjuru Indonesia yang terhubung melalui forum dan dialog karya.
Jaringan ini bergerak di ranah non politik praktis meliputi empat dimensi besar yang ditekuni Gus Dur, yakni Islam dan keimanan, kultural, negara, dan kemanusiaan. Dalam menjalankan misinya, jaringan ini dilandasi sembilan Nilai Gus Dur yang berupa ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, persaudaraan, serta kesederhanaan, sikap ksatria, dan kearifan tradisi.
Komunitas di atas hanyalah contoh dari komunitas yang tergabung dalam Forum Jogja Damai; sebuah forum yang aktif dalam kampanye perdamaian. Misalnya saja pada September 2016 lalu, Forum Jogja Damai menggelar Jogja Peace Parade untuk memperingati hari perdamaian. Tema yang diangkat ialah “Building Bridge for Peace”. Dikutip dari Tribunjogja.com, Ahmad Shalahuddin selaku koordinator acara berharap kegiatan tersebut bisa menjadi jembatan perdamaian ketika di era sekarang banyak orang-orang yang membangun tembok, sekat, dan pembatas agama, ras, suku, maupun golongan. Kegiatan ini juga didukung banyak komunitas antara lain: Young Interfaith Peacemaker Community, Jaringan Gusdurian, The Messenjah, Republik Guyub Sharing Space, Dig Shine, Anti Tank Project, Beringirimbun, AMAN Indonesia, Survove Garage, serta komunitas lainnya.


Bersama-sama Membangun Perdamaian
Dari PBB sampai komunitas-komunitas kecil di Jogja, mereka semua sama-sama mempunyai satu tujuan, yakni membangun perdamaian. Dengan visi dan misi yang mereka miliki, mereka membangun harapan akan terciptanya kehidupan yang lebih baik; konflik antar SARA yang semakin berkurang, kesejahteraan yang semakin meningkat, pendidikan yang semakin merata, juga kualitas hidup yang semakin tinggi. Dan itu semua bisa dimulai dari diri kita sendiri dengan membangun kesadaran akan pentingnya empati agar bisa menghargai orang lain dan mau ikut membantu sesama.


Referensi:
Yipci.org
Gusdurian.net
jogja.tribunnews.com/2016/09/15/forum-jogja-damai-sambut-hari-perdamaian-dengan-jogja-peace-parade


Penulis adalah Redaktur Pelaksana Redaksi BPPM Kliring Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta 2017
Lebih baru Lebih lama